MUHAMADIYAH
DI TENGAH KEMISKINAN WARGA KOTA
Oleh:
Ridwan M. Said
Pengajian
rutin Muhammadiyah Bima yang di adakan dua kali sebulan pada pekan pertama
bulan ini (06/02) agak lain dengan biasanya, selain di penuhi dengan canda dan
tawa juga di barengi oleh suka dan empati terhadap kehidupan masyarakat miskin di
seputaran Kota Bima.
Pengajian itu ternyata tidak sekedar bermanfaat sebagai
pencerah rohani dan silaturrahim, maupun membicarakan masalah internal
Muhammadiyah, ternyata juga berfungsi sebagai wadah menyuarakan kondisi sosial
di seputar Bima Raya, yang perlu di perjuangkan oleh elemen Muhammadiyah, aspirasi
ini ada yang di eksekusi langsung dan yang belum bisa di eksekusi langsung oleh
para pimpinan serta warga Muhammadiyah dengan memberikan bantuan seadanya.
Pada pengajian ahad (06/02) pada sesen tanya jawab salah
seorang peserta asktivis Aisyah mengungkapakan tentang kondisi beberapa warga Kota
Bima yang berjuang dengan kemiskinan melawan kehidupan yang penuh sesak. Peserta
pengajian yang hadir ikut bersimpati ketika mendengar cerita di kelurahan sarae
bebrapa keluaraga yang berjuang hidup di tengah utang, kesakitan dan
kemiskinannya.
Sehari sebelumnya (SM/07/02) pengurus lembaga Amil Zakat,
Infak dan Sodekah (LAZIS) Muhammadiyah Bima,
memberikan bantuan kepada warga Tolotongga yang sebelumnya berprofesi sebagai
sopir angkutan, dan selama enam tahun di serang oleh sakit sampai sekarang, dan
sejak itu ia tidak bisa lagi mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
yang sangat memprihatinkan ialah sehari hari mereka hanya bisa makan ubi dan
minum air, beberapa kali aliran listrik di cabut oleh tetangganya karena tidak mampu
membayara iuran listrik, dan akhirnya di cabut secara permanen.
Dua kasus kepala keluarga di atas hanyalah bagian
terkecil dan sejengkal kuku dari kondisi kehidupan sosisal masyarak Kota Bima khusnya
dan Indonesia pada umumnya, dinama kehidupan individualistik sudah bukan lagi
cerita biasa di tengah masyarakat Kota, sudah menjadi fenomena biasa dan sangat
mudah ditemukan bila di sebuah daerah seperti Kota Bima ini hidup berdampingan
antara keluarga yang satu berada secara ekonomi bahkan lebih, tapi di samping
kiri dan kanan rumahnya hidup juga kelompok keluarag yang menjerit, kesakitan,
dililit utang, sampai harus makan ubi untung menyambung kehidupan.
Rasa toleransi dan kebersamaan menjadi barang langka, masyarakat
miskin banyak yang terjebak dengan rentenir, sangat sulit menemukan pemodal
yang mau meminjamkan uang tanpa bunga yang besar di tengah masayarakat
perkotaan.
Seberapapun porsentase masyarakat miskin yang di klaim Pemerintah
Kota Bima, namun bukti nyata memperlihatkan ternyata masih begitu mudah di
temukan warga yang hidupnya sangat memprihatinkan,
kondisi ini sangat kontrasi dengan kondis Kota yang kelihatan elok, dan kian
hari kian cantik dan menggembirakan, namun ternyata itu hanyalah kondisi
luarnya saja, sementara warga masyarakat yang ada didalamnya masih begulat
dengan sejuta persoaalan yang tidak mudah mereka pecahkan.
Disisi lain harus di akui Kota Bima adalah salah satu
kota yang cukup cepat mengalami kemajuan, dari segi infrastruktur misalnya kita
tersentsak dengan melihat tumbuhnya bangunan-bangunan rumah mewah di berbagai
titik, sementara dari segi perkembangan sikap kritis dan kesadaran masyarakat
juga cukup cepat hal ini dapat di lihat dari begitu banyaknya berdiri Perguruan
Tinggi-Perguruan Tinggi Swasta, dan cepatnya berdiri cabang-cabang organisasi
non Pemerintahan seperti OKP LSM, dan Ormas.
Patut di apresiasi kebijakan Walikota Bima (H. Qurais) yang
langsung turun (Selasa, 08/02)
melihat dan memberikan bantuan kepada salah satu keluarga di Tolotongga,
setelah sebelumnya di beritakan oleh media ini (SM,07/02), namun Pemerintah tidak boleh berhenti sampai disitu, jangan
hanya waktu kampanye kaca spion mobil sering dibuka, karena laporan anak
buahnya seperti Camat dan lurah banyak yang baik-baik, sementara kondisi yang
sebenarnya di lupakan, kita memang patur mengapresiasi Walikota yang sering
mengkampanyekan disiplin pelaksanaan anggaran dan menempatkan diri sebagai abdi
masyarakat, tapi hal itu tidaklah cukup untuk menjawab permasalah yang ada, di
butuhkan kerja ekstra.
Pembangunan
infrastruktur memang penting tapi yang lebih penting juga adalah keadilan dan
pemerataan pembangunan, lebih-lebih kebutuhan pokok, program bantuan langsung
tunai (BLT) dari Pemerintah Pusat sudah ditiadakan, karena memang kepentingan
politik sesaatnya sudah selesai.
Memang menguraingi kemiskinan bukanlah perkara gampang
apalagi menghilangkannya sama sekali, ia butuh kerja keras yang sistimatik,
terencana dan bertahap, dan memang semua program Pemerintah belum bisa menjangkau
semua lapisan masyarakat bila perangkat pemerintah yang ada di bawahnya tidak bekerja
maksimal dan profesional.
Hati
kita menjadi tercabit-cabit menyaksikan kehidupan bermasyarakat yang terserang
kangker individualistik apa lagi masyarakat Kota Bima yang hampir seratus
porsen muslim, apakah program Pemerintah mensejahterakan rakyat dan keadilan
soisal, serta doktrin kebersamaan, tolong menolong dalam agama sudah memang
sangat jauh dari kehidupan masyarakat miskin atau memang sudah tidak mempan di
era gobalisiasi yang salah satu ciri dan identitas terkuatnya ialah adanya
suasana kehidupan individualistik, artifisial yang serba di nilai dengan materi.
Menimpakan
semua tanggung jabaw persoalan yang ada termasuk masalah kmiskinan dan
hilangnya roh kebersamaan masyarakat di Kota kepada Pemerintah sepenuhnya
memang tidaklah adil, karena kemiskinan dan sikap individualistik yang berasal
dari imbas peradaban dan pembangunan membutuhkan keterlibatan dan kerjasama
semua pihak, terutam antara pemerintah dan organisasi sosial kemasyarakatan (Ormas).
Sejauh
ini peran organisasi non Pemerintahan dalam ikut membantu mengeluarkan warga
masyarakat dari jebakan himpitan kemiskinan belum maksimal karena terkendala
banyak hal.
Peran
Muhammadiyah
Yang menjadi pertanyaannya kemudian dimanakah posisi dan
peran ormas semcam Muhammadiyah dalam persoalan ini. Muhammadiyah yang
didirikan oleh KH Ahmad Dahlan satu abad lalu, telah banyak memberikan
konstribusi dalam pendirian serta memajukan Negara, baik dalam pendidikan,
kesehatan, maupun kesejahteraan. pendiri Muhammadiyah sendiri sangat konsen dan
besar memberi perhatian pada masalah kemiskinan, dalam sejarah, beliau
mengajarakan surat Alma’un sampai berpulahan kali pada murid-muridnya hingga di
imlementasikan, ayat itu sendiri sekilas berpesan agar pentingnya saling
bantu-membantu dengan sesama, dalam muhammadiyah di kenal dengan teologi
Al-Ma’un. dalam sejarah masa-masa awal Muhammadiyah masyarakat miskin perkotaan adalah sasaran pemberdayaan yang
dilakukan, namun gerakan has itu belum
begitu nampak dan terlihat secara signifikan di tingkatan Kota Bima, sejauh ini
memang para Pimpinan Muhammadiyah baru bisa melaksanakan pemberdayaan baik
masyarakat perkotaan maupun perdesaan baru pada batas-batas dan momen tertentu,
dan secara insidentalal, melalui Lazismuh yang sumber dananya dari Infak,
jakat, Shodekah masyarakat dan warga Muhammadiyah, serta bebrapa Pimpinan, belum
terlaksana secara kontinyu dalam skala yang berefek besar.
Muhammadiyah
Bima memang selintas terlihat kaya dan luar biasa kelihatannya, padahal yang
sesungguhnya, gedung-gedung, baik yang di sewa maupun rumah sakit baru mampu
menutupi biaya operasional dan pembangunan, tapi sesungguhnya Muhammadyah punya
potensi dan modal besar mengambil peran ikut membantu dan mendampingi beberapa
warga masyarakat perkotaan maupun pedesaan, namun hal itu harus di dukung penuh
oleh semua elemen masyarakat lebih-lebih kerjasa sama Muhammadiyah dengan Pemerintah
dan memperkuat manajemen pengelola lembaga terkaiat.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar