Kamis, 21 Maret 2013

MUHAMMADIYAH


MUHAMADIYAH DI TENGAH KEMISKINAN WARGA KOTA
Oleh: Ridwan M. Said

Pengajian rutin Muhammadiyah Bima yang di adakan dua kali sebulan pada pekan pertama bulan ini (06/02) agak lain dengan biasanya, selain di penuhi dengan canda dan tawa juga di barengi oleh suka dan empati terhadap kehidupan masyarakat miskin di seputaran Kota Bima.
            Pengajian itu ternyata tidak sekedar bermanfaat sebagai pencerah rohani dan silaturrahim, maupun membicarakan masalah internal Muhammadiyah, ternyata juga berfungsi sebagai wadah menyuarakan kondisi sosial di seputar Bima Raya, yang perlu di perjuangkan oleh elemen Muhammadiyah, aspirasi ini ada yang di eksekusi langsung dan yang belum bisa di eksekusi langsung oleh para pimpinan serta warga Muhammadiyah dengan memberikan bantuan seadanya.
            Pada pengajian ahad (06/02) pada sesen tanya jawab salah seorang peserta asktivis Aisyah mengungkapakan tentang kondisi beberapa warga Kota Bima yang berjuang dengan kemiskinan melawan kehidupan yang penuh sesak. Peserta pengajian yang hadir ikut bersimpati ketika mendengar cerita di kelurahan sarae bebrapa keluaraga yang berjuang hidup di tengah utang, kesakitan dan kemiskinannya.
            Sehari sebelumnya (SM/07/02) pengurus lembaga Amil Zakat, Infak dan Sodekah  (LAZIS) Muhammadiyah Bima, memberikan bantuan kepada warga Tolotongga yang sebelumnya berprofesi sebagai sopir angkutan, dan selama enam tahun di serang oleh sakit sampai sekarang, dan sejak itu ia tidak bisa lagi mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, yang sangat memprihatinkan ialah sehari hari mereka hanya bisa makan ubi dan minum air, beberapa kali aliran listrik di cabut oleh tetangganya karena tidak mampu membayara iuran listrik, dan akhirnya di cabut secara permanen.
            Dua kasus kepala keluarga di atas hanyalah bagian terkecil dan sejengkal kuku dari kondisi kehidupan sosisal masyarak Kota Bima khusnya dan Indonesia pada umumnya, dinama kehidupan individualistik sudah bukan lagi cerita biasa di tengah masyarakat Kota, sudah menjadi fenomena biasa dan sangat mudah ditemukan bila di sebuah daerah seperti Kota Bima ini hidup berdampingan antara keluarga yang satu berada secara ekonomi bahkan lebih, tapi di samping kiri dan kanan rumahnya hidup juga kelompok keluarag yang menjerit, kesakitan, dililit utang, sampai harus makan ubi untung menyambung kehidupan.
            Rasa toleransi dan kebersamaan menjadi barang langka, masyarakat miskin banyak yang terjebak dengan rentenir, sangat sulit menemukan pemodal yang mau meminjamkan uang tanpa bunga yang besar di tengah masayarakat perkotaan.
            Seberapapun porsentase masyarakat miskin yang di klaim Pemerintah Kota Bima, namun bukti nyata memperlihatkan ternyata masih begitu mudah di temukan warga yang hidupnya  sangat memprihatinkan, kondisi ini sangat kontrasi dengan kondis Kota yang kelihatan elok, dan kian hari kian cantik dan menggembirakan, namun ternyata itu hanyalah kondisi luarnya saja, sementara warga masyarakat yang ada didalamnya masih begulat dengan sejuta persoaalan yang tidak mudah mereka pecahkan.
            Disisi lain harus di akui Kota Bima adalah salah satu kota yang cukup cepat mengalami kemajuan, dari segi infrastruktur misalnya kita tersentsak dengan melihat tumbuhnya bangunan-bangunan rumah mewah di berbagai titik, sementara dari segi perkembangan sikap kritis dan kesadaran masyarakat juga cukup cepat hal ini dapat di lihat dari begitu banyaknya berdiri Perguruan Tinggi-Perguruan Tinggi Swasta, dan cepatnya berdiri cabang-cabang organisasi non Pemerintahan seperti OKP LSM, dan Ormas.
            Patut di apresiasi kebijakan Walikota Bima (H. Qurais) yang langsung turun (Selasa, 08/02) melihat dan memberikan bantuan kepada salah satu keluarga di Tolotongga, setelah sebelumnya di beritakan oleh media ini (SM,07/02), namun Pemerintah tidak boleh berhenti sampai disitu, jangan hanya waktu kampanye kaca spion mobil sering dibuka, karena laporan anak buahnya seperti Camat dan lurah banyak yang baik-baik, sementara kondisi yang sebenarnya di lupakan, kita memang patur mengapresiasi Walikota yang sering mengkampanyekan disiplin pelaksanaan anggaran dan menempatkan diri sebagai abdi masyarakat, tapi hal itu tidaklah cukup untuk menjawab permasalah yang ada, di butuhkan kerja ekstra.
Pembangunan infrastruktur memang penting tapi yang lebih penting juga adalah keadilan dan pemerataan pembangunan, lebih-lebih kebutuhan pokok, program bantuan langsung tunai (BLT) dari Pemerintah Pusat sudah ditiadakan, karena memang kepentingan politik sesaatnya sudah selesai.
            Memang menguraingi kemiskinan bukanlah perkara gampang apalagi menghilangkannya sama sekali, ia butuh kerja keras yang sistimatik, terencana dan bertahap, dan memang semua program Pemerintah belum bisa menjangkau semua lapisan masyarakat bila perangkat pemerintah yang ada di bawahnya tidak bekerja maksimal dan profesional.
Hati kita menjadi tercabit-cabit menyaksikan kehidupan bermasyarakat yang terserang kangker individualistik apa lagi masyarakat Kota Bima yang hampir seratus porsen muslim, apakah program Pemerintah mensejahterakan rakyat dan keadilan soisal, serta doktrin kebersamaan, tolong menolong dalam agama sudah memang sangat jauh dari kehidupan masyarakat miskin atau memang sudah tidak mempan di era gobalisiasi yang salah satu ciri dan identitas terkuatnya ialah adanya suasana kehidupan individualistik, artifisial yang serba di nilai dengan materi.
Menimpakan semua tanggung jabaw persoalan yang ada termasuk masalah kmiskinan dan hilangnya roh kebersamaan masyarakat di Kota kepada Pemerintah sepenuhnya memang tidaklah adil, karena kemiskinan dan sikap individualistik yang berasal dari imbas peradaban dan pembangunan membutuhkan keterlibatan dan kerjasama semua pihak, terutam antara pemerintah dan organisasi sosial kemasyarakatan (Ormas).
Sejauh ini peran organisasi non Pemerintahan dalam ikut membantu mengeluarkan warga masyarakat dari jebakan himpitan kemiskinan belum maksimal karena terkendala banyak hal.  
Peran Muhammadiyah
            Yang menjadi pertanyaannya kemudian dimanakah posisi dan peran ormas semcam Muhammadiyah dalam persoalan ini. Muhammadiyah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan satu abad lalu, telah banyak memberikan konstribusi dalam pendirian serta memajukan Negara, baik dalam pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan. pendiri Muhammadiyah sendiri sangat konsen dan besar memberi perhatian pada masalah kemiskinan, dalam sejarah, beliau mengajarakan surat Alma’un sampai berpulahan kali pada murid-muridnya hingga di imlementasikan, ayat itu sendiri sekilas berpesan agar pentingnya saling bantu-membantu dengan sesama, dalam muhammadiyah di kenal dengan teologi Al-Ma’un. dalam sejarah masa-masa awal Muhammadiyah masyarakat miskin  perkotaan adalah sasaran pemberdayaan yang dilakukan,  namun gerakan has itu belum begitu nampak dan terlihat secara signifikan di tingkatan Kota Bima, sejauh ini memang para Pimpinan Muhammadiyah baru bisa melaksanakan pemberdayaan baik masyarakat perkotaan maupun perdesaan baru pada batas-batas dan momen tertentu, dan secara insidentalal, melalui Lazismuh yang sumber dananya dari Infak, jakat, Shodekah masyarakat dan warga Muhammadiyah, serta bebrapa Pimpinan, belum terlaksana secara kontinyu dalam skala yang berefek besar.
Muhammadiyah Bima memang selintas terlihat kaya dan luar biasa kelihatannya, padahal yang sesungguhnya, gedung-gedung, baik yang di sewa maupun rumah sakit baru mampu menutupi biaya operasional dan pembangunan, tapi sesungguhnya Muhammadyah punya potensi dan modal besar mengambil peran ikut membantu dan mendampingi beberapa warga masyarakat perkotaan maupun pedesaan, namun hal itu harus di dukung penuh oleh semua elemen masyarakat lebih-lebih kerjasa sama Muhammadiyah dengan Pemerintah dan memperkuat manajemen pengelola lembaga terkaiat.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KORUPSI DAN KEKERASAN JEBAKAN YANG MENGUAT

Oleh: Ridwan HM Said MENDEKAT I akhir tahun 2011 lalu dan awal dari tahun 2012 ini Indonesia diwarnai oleh dua masalah besar yang ...