Kamis, 21 Maret 2013

PEMBERANTASAN KORUPSI


MENATAP MASA DEPAN PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN KETUA KPK YANG BARU
Oleh: Ridwan M. Said

Kalau tidak ada arang melintang hari ini (senin) Presiden akan melantik Ketua KPK yang baru Busyro Muqodas untuk mengisi kekosongan Ketua KPK selama ini yang di ditinggal oleh  Antasari Azhar akibat tersandung kasus pembunuhan, nasib pemberantasan korupsi meredup diperparah kasus kriminalisasi kedua Pimpinan KPK yang tenar dengan kasus Cicak vs Buaya yang akhirnya di “Deponneering” Kejagung.
                Yang menjadi pertanyaannya sekarang ialah Dengan masa tugas satu tahun itu mampukah Busyro Muqodas menuntaskan korupsi yang sudah menggurita, tentutanya tidak sulit di jinakkan, karena kita tahu dan sejarah korupsi di Negeri ini ibarat dua saudara kembar siam yang tidak ingin dipisahkan.
                Korupsi telah menjadi bagian dari budaya dan sejarah dinamika, sosial, ekonomi, dan politik Bangsa, ia selalu hadir dan bersama dengan sejarah Bangsa, baik masa suka maupun duka, entah pada saat sistim pemerintahan berkonfigurasi otoriter (Orde Lama dan Orde Baru) mapun masa konfigurasi pemerintahan demokratsi (Orde Reformasi). Tidak sedikit imbas yang harus di terima akibat korupsi, tidak saja imbas Ekonomis, Sosial, Budaya namun juga imbas kekuasaan.
Kejatuhan Rezim
Korupsi dapat menjatuhkan kekuasaan Rezim, hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah, kejatuhan sebuah Rezim Chiang Kai Shek di Tiongkok, Ngaodim Diem di Fietnam, Raja Farouk di Mesir, Raja Idris di Libya, dan Marcos di Filipina adalah akibat langsung dari korupsi yang meluas. Pengalaman Negara-Negara lain di atas dapat kita buktikan juga terjadi di Indonesia.
Keruntuhan  kerajan-kerajaan besar di Nusantara (Sriwijaya, Majapahit dan Mataram),  ditengai oleh perebutan kekuasaan dan korupsi, begitupun pada masa penjajahan, VOC pada tahun 1799 mengalamai kebangkrutan dan akhirnya runtuh akibat dari korupsi.
Runtuhnya soeharto 1998 juga akibat korupsi yang sudah menggejala dan sistemik, hukum dijadikan sebagai legitimasi koruptif serta memperkaya kerabat dekatnya. Tidak heran kemudian majalah “Times” yang berbasis di AS menyebut Soeharto sebagai mantan Presiden Terkaya di Dunia dan di juluki sebagai Negara yang paling berpelungan menjuarai liga korupsi.
                Korupsi tidak mengenal Negara itu kaya, miskin, bodoh atau pintar bahkan, agama sekalipun, artinya ia adalah penyakit Universal yang bisa menyerang siapa saja, yang selalu merusak tatanan sosial, penghambat pembangunan, kejatan ekonomi, kejahatan kemanusiaan (Crime againt humanity).
Masa depan korupsi
Bahkan Secara resmi Pemerintah telah menetapkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa  (Exstraordinary crime), namun ironisnya paradoks antara komitmen dan sikap nyata yang cenderung kosmetifikasi, lebih-lebih pasca reformasi hampir dari waktu ke waktu komitmen politik dalam wujud UU dan pembentukan lembaga yang menanggulangi korupsi cukup bagus dan menjanjikan, namun justru korupsi semakin merajalela serta meluas mengikti Trand Otonomi Daerah (80 porsen daerh otonomi gagal), hal ini semakin menguatkan apa yang dikatakan lord Action menyatakan “Kekuasaan sangat rentan disalah gunakan”. Era reformasi tidak menyurutkan perkembangan korupsi justru ia bermetamorfasa dan semakin subur, 17 Agustus  2010 menjadi hari kemerdekaan para koruptor, sebanyak  341 koruptor mendapat remisi termasuk Besan Sby Aulia Pohan bebas. Dari segi peningkatan, tahun 2009 86 kasus degan kerugian Negara 1,17 T, Semester satu tahun 2010 meningkat tajam menjadi 176 kasus, kerugian Negara 2,1 T.  itu artinya peningkatan lebih dari dua kali lipat. Dari segi pelaku tahun 2009 sebanyak 217 menjadi 441pelaku untuk 2010.
Korupsi dan konfigurasi politik SBY
Hampir disetiap pemilu issue korupsi menjadi issue yang sangat  sexy dan menjadi jualan utama para kandidat, Soehato ketika berpidato Kenagaraan 16 Agustus 1967 secara terang-terangan mengkritik Orde Lama yang gagal memberantas korupsi, begitupun Gusdur, justru mereka sendiri jatuh atas issue korupsi.
Presiden Yudhoyono memenangi Pemilihan Presiden yang kedua kalinya memanfaatkan keberhasilan KPK dibawah Antasari Azhar sebagai slogan kampanye, keberhasilan KPK terus membaik dapat di lihat dari IPK (Indeks persepsi korupsi) Indonesia dari tahun ketahun, hasil survey yang rilis oleh Transparency International (TI) menyebutkan dari 2.0 tahun (2004), 2.2 (2005), 2.4 (2006), 2.3 (2007), 2.6 (2008) menjadi 2.8 tahun 2009). Kontras dengan apa yang di kampanyekan selama ini, jilid kedua Pemerintahan Yudhoyono malah pemberantasan korupsi mengalami stagna, TII yang berbasis di Jerman, merilis IPK Indonesia tahun 2010 mengalami stagnan hasilnya sama dengan tahun 2009 lalu, IPK Indonesia 2009 adalah 2,8 sementara 2010 juga 2,8. Todung Mulya Lubis menyatakan kendala pemberantasan koupsi di Indonesia terhambat politik pencitraan ala SBY. Itu artinya komitmen korupsi selama ini hanya untuk menunjang kepentngan politik sesat.
                Beberapa kasus besar justru punya kaitannya dengan Lingkaran kekuasaan, kriminalisasi dan pelemahan KPK, lapindo,  Century, BLBI, pengamplasan pajak Group Bakrie dan Gayus,  serta rekening gendut Pati Polri. Deretan kasus itu menyiratkan bukti kuat lemahnya komitmern SBY, pada saat yang bersamaan lembaga-lembaga konvensional semakin keloyoran, Kejaksaan misalnya menjadi tempat perlindungan bagi kader-kader demokrat yang tersandung kasus korupsi, lihat Gubernur Bengkulu, Walikota Semarang, beberapa aggota DPR, banyak dihentikan penyidikannya dengan alasan tidak mendapatkan ijin Presiden. Di Pengadilan Umum menjadi surganya koruptor, data yang rilis ICW menyebutkan Pengadilan umum telah menjadi tempat perlindungan bagi para koruptor, sekitar 54,82 Porsen kasus korupsi di putus bebas, adapun yang divonis bersalah rata-rata dihukum satu sampai dua tahun, sementara Pengadilan tipikor tidak ada koruptor yang diputus bebas, ia masih lebih baik dengan  menghukum rata-rata dua setengah tahun, dari tahun ketahun terjadi lonjakan pembebasan para terdakwa koruptor  oleh Pengadilan umum, sejak 2005 hanya membebaskan terdakwa 54 dari 243 kasus (2,23 Porsen), tahun 2006 membebaskan 116 dari 361 (31,4 Porsen), tahun 2007 membebaskan terdakwa 212 dari 373 (56,84 Porsen), tahun 2008 277 dibebaskan dari 444 terakwa korupsi (62,38 Porsen), tahun 2009 dari 378 terdakwa kasus korupsi sebanyak 224  divonis bebas (59,26 Porsen), tahun 2010 semester 1 total kasus korupsi 857 kasus dengan terdakwa 1.965 orang dan sebanyak 49,57 Porsen diantaranya divonis bebas (kompas, 06 /10/ 2010).
Busyro dan masa depan KPK
Dengan tampilnya Busyro Muqodas sebagai Ketua KPK yang baru yang relatif memiliki basis integritas Akademik dan berpengalaman sebagai Ketua Komis Yudisial di topang kekuatan moral sebagai mantan penasehat PP Muhammadiyah memberi harapan baru arah perjuangan pemberantasan korupsi, namun pertanyaannya mampukah Busyro mengangkat citra KPK yang diduga terkontaminasi “selera” kekuasaan setelah dibrendel masalah, sepak terjang KPK mulai di pertanyakan, setidaknya ketika mengunci vokalis beberapa kader Parpol pengusung Bank Century, penetapan 26 kader Parpol lain sebagai tersangka pemilihan Deputi Senior BI, Skandal Century akhirnya menjadi alat transaksional kepentingan, dan KPK disinyalir sebagai senjata ampuh membungkam lawan penguasa.
                Selain dugaan tercemarnya “Indepndesnisi” KPK Busyro juga di hadpkan dengan  tantangan sinergitas dengan Kepolisian dan Kejaksaan yang sudah sangat mapan dengan cara kerja “Status Quo”. Untuk itu tidak ada waktu wagi Busyro untuk bersantai ditengah ekselerasi korupsi yang semakin berlipat ganda, ia harus saling kejar dengan waktu satu tahun masa jabatannya yang sangat pendek. Sebagi penutup saya ingin mengucapkan mari berhenti bermimpi menghapus korupsi selama presiden tidak punya komitmeen nyata, karena sejarah membuktikan untuk mengahpus korupsi dibutuhkan komitmen nyata presiden bukan komitmen bohong pencitraan politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KORUPSI DAN KEKERASAN JEBAKAN YANG MENGUAT

Oleh: Ridwan HM Said MENDEKAT I akhir tahun 2011 lalu dan awal dari tahun 2012 ini Indonesia diwarnai oleh dua masalah besar yang ...