MENATAP MASA DEPAN PEMBERANTASAN
KORUPSI DENGAN KETUA KPK YANG BARU
Oleh: Ridwan M. Said
Kalau tidak ada arang melintang
hari ini (senin) Presiden akan
melantik Ketua KPK yang baru Busyro Muqodas untuk mengisi kekosongan Ketua KPK
selama ini yang di ditinggal oleh Antasari
Azhar akibat tersandung kasus pembunuhan, nasib pemberantasan korupsi meredup diperparah
kasus kriminalisasi kedua Pimpinan KPK yang tenar dengan kasus Cicak vs Buaya
yang akhirnya di “Deponneering” Kejagung.
Yang
menjadi pertanyaannya sekarang ialah Dengan masa tugas satu tahun itu mampukah Busyro
Muqodas menuntaskan korupsi yang sudah menggurita, tentutanya tidak sulit di
jinakkan, karena kita tahu dan sejarah korupsi di Negeri ini ibarat dua saudara
kembar siam yang tidak ingin dipisahkan.
Korupsi
telah menjadi bagian dari budaya dan sejarah dinamika, sosial, ekonomi, dan
politik Bangsa, ia selalu hadir dan bersama dengan sejarah Bangsa, baik masa
suka maupun duka, entah pada saat sistim pemerintahan berkonfigurasi otoriter (Orde Lama dan Orde Baru) mapun masa
konfigurasi pemerintahan demokratsi (Orde
Reformasi). Tidak sedikit imbas yang harus di terima akibat korupsi, tidak
saja imbas Ekonomis, Sosial, Budaya namun juga imbas kekuasaan.
Kejatuhan
Rezim
Korupsi
dapat menjatuhkan kekuasaan Rezim, hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah,
kejatuhan sebuah Rezim Chiang Kai Shek di Tiongkok, Ngaodim Diem di Fietnam,
Raja Farouk di Mesir, Raja Idris di Libya, dan Marcos di Filipina adalah akibat
langsung dari korupsi yang meluas. Pengalaman Negara-Negara lain di atas dapat
kita buktikan juga terjadi di Indonesia.
Keruntuhan kerajan-kerajaan besar di Nusantara (Sriwijaya, Majapahit dan Mataram), ditengai oleh perebutan kekuasaan dan
korupsi, begitupun pada masa penjajahan, VOC pada tahun 1799 mengalamai
kebangkrutan dan akhirnya runtuh akibat dari korupsi.
Runtuhnya
soeharto 1998 juga akibat korupsi yang sudah menggejala dan sistemik, hukum
dijadikan sebagai legitimasi koruptif serta memperkaya kerabat dekatnya. Tidak
heran kemudian majalah “Times” yang
berbasis di AS menyebut Soeharto sebagai mantan Presiden Terkaya di Dunia dan
di juluki sebagai Negara yang paling berpelungan menjuarai liga korupsi.
Korupsi tidak
mengenal Negara itu kaya, miskin, bodoh atau pintar bahkan, agama sekalipun,
artinya ia adalah penyakit Universal yang bisa menyerang siapa saja, yang
selalu merusak tatanan sosial, penghambat pembangunan, kejatan ekonomi, kejahatan
kemanusiaan (Crime againt humanity).
Masa
depan korupsi
Bahkan Secara resmi Pemerintah telah
menetapkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa
(Exstraordinary crime), namun
ironisnya paradoks antara komitmen
dan sikap nyata yang cenderung kosmetifikasi, lebih-lebih pasca reformasi hampir
dari waktu ke waktu komitmen politik dalam wujud UU dan pembentukan lembaga
yang menanggulangi korupsi cukup bagus dan menjanjikan, namun justru korupsi
semakin merajalela serta meluas mengikti Trand
Otonomi Daerah (80 porsen daerh otonomi
gagal), hal ini semakin menguatkan apa yang dikatakan lord Action menyatakan “Kekuasaan sangat
rentan disalah gunakan”. Era reformasi tidak menyurutkan perkembangan
korupsi justru ia bermetamorfasa dan semakin subur, 17 Agustus 2010 menjadi hari kemerdekaan para koruptor, sebanyak
341 koruptor mendapat remisi termasuk Besan Sby Aulia Pohan bebas. Dari segi
peningkatan, tahun 2009 86 kasus degan kerugian Negara 1,17 T, Semester satu
tahun 2010 meningkat tajam menjadi 176 kasus, kerugian Negara 2,1 T. itu artinya peningkatan lebih dari dua kali
lipat. Dari segi pelaku tahun 2009 sebanyak 217 menjadi 441pelaku untuk 2010.
Korupsi
dan konfigurasi politik SBY
Hampir disetiap pemilu issue korupsi
menjadi issue yang sangat sexy dan
menjadi jualan utama para kandidat, Soehato ketika berpidato Kenagaraan 16 Agustus 1967 secara
terang-terangan mengkritik Orde Lama yang gagal memberantas korupsi, begitupun Gusdur,
justru mereka sendiri jatuh atas issue korupsi.
Presiden Yudhoyono memenangi Pemilihan
Presiden yang kedua kalinya memanfaatkan keberhasilan KPK dibawah Antasari Azhar
sebagai slogan kampanye, keberhasilan KPK terus membaik dapat di lihat dari IPK
(Indeks persepsi korupsi) Indonesia dari tahun ketahun, hasil survey yang rilis
oleh Transparency International (TI) menyebutkan dari 2.0 tahun (2004), 2.2
(2005), 2.4 (2006), 2.3 (2007), 2.6 (2008) menjadi 2.8 tahun 2009). Kontras
dengan apa yang di kampanyekan selama ini, jilid kedua Pemerintahan Yudhoyono malah
pemberantasan korupsi mengalami stagna, TII yang berbasis di Jerman, merilis IPK
Indonesia tahun 2010 mengalami stagnan hasilnya sama dengan tahun 2009 lalu,
IPK Indonesia 2009 adalah 2,8 sementara 2010 juga 2,8. Todung Mulya Lubis menyatakan
kendala pemberantasan koupsi di Indonesia terhambat politik pencitraan ala SBY.
Itu artinya komitmen korupsi selama ini hanya untuk menunjang kepentngan
politik sesat.
Beberapa
kasus besar justru punya kaitannya dengan Lingkaran kekuasaan, kriminalisasi
dan pelemahan KPK, lapindo, Century,
BLBI, pengamplasan pajak Group Bakrie dan Gayus, serta rekening gendut Pati Polri. Deretan
kasus itu menyiratkan bukti kuat lemahnya komitmern SBY, pada saat yang
bersamaan lembaga-lembaga konvensional semakin keloyoran, Kejaksaan misalnya
menjadi tempat perlindungan bagi kader-kader demokrat yang tersandung kasus
korupsi, lihat Gubernur Bengkulu, Walikota Semarang, beberapa aggota DPR, banyak
dihentikan penyidikannya dengan alasan tidak mendapatkan ijin Presiden. Di Pengadilan
Umum menjadi surganya koruptor, data yang rilis ICW menyebutkan Pengadilan umum
telah menjadi tempat perlindungan bagi para koruptor, sekitar 54,82 Porsen
kasus korupsi di putus bebas, adapun yang divonis bersalah rata-rata dihukum
satu sampai dua tahun, sementara Pengadilan tipikor tidak ada koruptor yang
diputus bebas, ia masih lebih baik dengan
menghukum rata-rata dua setengah tahun, dari tahun ketahun terjadi
lonjakan pembebasan para terdakwa koruptor
oleh Pengadilan umum, sejak 2005 hanya
membebaskan terdakwa 54 dari 243 kasus (2,23 Porsen), tahun 2006 membebaskan
116 dari 361 (31,4 Porsen), tahun 2007 membebaskan terdakwa 212 dari 373 (56,84
Porsen), tahun 2008 277 dibebaskan dari 444 terakwa korupsi (62,38 Porsen),
tahun 2009 dari 378 terdakwa kasus korupsi sebanyak 224 divonis bebas (59,26 Porsen), tahun 2010
semester 1 total kasus korupsi 857 kasus dengan terdakwa 1.965 orang dan
sebanyak 49,57 Porsen diantaranya divonis bebas (kompas, 06 /10/ 2010).
Busyro
dan masa depan KPK
Dengan tampilnya Busyro Muqodas sebagai
Ketua KPK yang baru yang relatif memiliki basis integritas Akademik dan berpengalaman
sebagai Ketua Komis Yudisial di topang kekuatan moral sebagai mantan penasehat
PP Muhammadiyah memberi harapan baru arah perjuangan pemberantasan korupsi, namun
pertanyaannya mampukah Busyro mengangkat citra KPK yang diduga terkontaminasi
“selera” kekuasaan setelah dibrendel masalah, sepak terjang KPK mulai di pertanyakan,
setidaknya ketika mengunci vokalis beberapa kader Parpol pengusung Bank Century,
penetapan 26 kader Parpol lain sebagai tersangka pemilihan Deputi Senior BI, Skandal
Century akhirnya menjadi alat transaksional kepentingan, dan KPK disinyalir sebagai
senjata ampuh membungkam lawan penguasa.
Selain
dugaan tercemarnya “Indepndesnisi”
KPK Busyro juga di hadpkan dengan tantangan
sinergitas dengan Kepolisian dan Kejaksaan yang sudah sangat mapan dengan cara
kerja “Status Quo”. Untuk itu tidak
ada waktu wagi Busyro untuk bersantai ditengah ekselerasi korupsi yang semakin
berlipat ganda, ia harus saling kejar dengan waktu satu tahun masa jabatannya
yang sangat pendek. Sebagi penutup saya ingin mengucapkan mari berhenti
bermimpi menghapus korupsi selama presiden tidak punya komitmeen nyata, karena
sejarah membuktikan untuk mengahpus korupsi dibutuhkan komitmen nyata presiden
bukan komitmen bohong pencitraan politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar