Senin, 11 Februari 2019

KORUPSI DAN KEKERASAN JEBAKAN YANG MENGUAT


Oleh: Ridwan HM Said

MENDEKATI akhir tahun 2011 lalu dan awal dari tahun 2012 ini Indonesia diwarnai oleh dua masalah besar yang sistemik, yaitu, Korupsi (dari kasus Gayus ke Najaruddin) dan Kekerasan (dari terorisme ke konflik Sumber Daya Alam). Selain kedua masalah besar diatas tidak berarti tidak ada masalah lain, Reshaffel Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II beberapa waktu lalu misalnya, tidak lebih dari isu lanjutan masalah korupsi yang melilit beberapa elit parpol penguasa dan juga oposisi.
Nampaknya dua masalah besar itu semakin hari semakin menunjukkan skenario sistematik dan konspirasi besar yang melibatkan kekuatan asing dan penguasa negeri, untuk menyelesaikan masalah besar itu kelihatannya sangat menguras energi kepala negara beserta jajarannya, tapi semakin hari semakin sulit diprediksi kapan berbagai masalah itu akan benar-benar berakhir, sebaliknya justru makin menunjukan tanda-tanda penguatan.
Masalah korupsi misalnya, untuk memperkuat regulasi pencegahan juga menjerat  para koruptor puluhan peraturan perundang-undangan telah dikeluarkan, beberapa lembaga Ad Hoc (KPK/Satgas)  telah di bentuk disamping lembaga konvensional (Polri/Jaksa) koruptor  semakin banyak yang berkeliaran, parahnya mereka yang terlibat berada di dipusaran kekuasan ditengah “pagaran” UU dan lembaga anti korupsi yang amat banyak, laju perkembangan pelaku korupsi terus bertambah, kerugian negara semakin membengkak, akibatnya dimata Dunia Internasional Indonesia dikenal sebagai lumbung koruptor.
Masalah kekerasan dalam konteks “terorisme yang semakin nekat, melegitimasi Densus 88 untuk bertindak represif, juga memaksimalkan BNPTsebagai upaya defentif dengan deradikalisasi, dana cukup besar digelontorkan demi mendukung pemberantasan terorisme, dana Densus 88 diduga berasal dari kucuran asing. Sudah banyak yang ditembak mati ditempat, ditahan tanpa prosedur, dan dipenjara namun tidak seorangpun yang mampu memprediksi terorisme akan berakhir kapan.
Kemudian masalah kekerasan di bidang SDA, mulai dari Papua yang tidak pernah berhenti berkicau sejak menyatu dengan NKRI. Pemerintah sudah berusaha mengambil kebijakan guna meredam kekerasan yang terus meningkat. Otonomi Khusus adalah opsi terakhir yang diberikan pusat kepada Papua sejak tahun 2001, kenyatannya sampai sekarang Papua belum juga beranjak dari kekerasan yang setiap saat siap meledak kembali.
Riwayat Jebakan
Dua masalah utama diatas, yang jelas tidak muncul secara spontanitas, tapi merupakan sengaja di setiting dengan latar belakangnya masing-masing atau setidaknya sengaja dibiarkan untuk kepentingan tertentu, pada titik inilah kemudian yang memunculkan pertanyaan, siapa aktor dibalik itu semua, dan apa tujuannya ? secara historis, tanpa ragu kita harus menyatakan, aktornya adalah dunia barat dan Amerika Serikat yang bersekongkol dengan “pemimpin” kita.
Persoalan benih korupsi dan kekerasan (SDA) adalah dua entitas yang muncul berbarengan sebagai satu paket groyek golobalisasi yang di rancang oleh AS. Fakta sejarah menunjukkan sejak berakhirnya perang dingin antara blok barat yang diwakili Amerika Serikat dan blok timur yang diwakil oleh Uni Soviet (kini Rusia), dikenal dengan perang idiologi kapitalis dan sosialis. Amerika Serikat keluar sebagai pemenang dan sejak saat itu tidak ada satupun negara yang dapat menghentikan hegemoni AS di segala penjuru Dunia yang dikehendakinya. Baik penguasaan melalui cara paksa (force) maupun dengan cara lunak (solf). cara lunak dilakukan dengan meluncurkan proyek globalisasi, dengan dalih membantu negara-negara dunia ketiga keluar dari keterbelakangan, melakukan modernisasi disegala bidang, melalui dana pinjaman lewat lembaga vinancial yang didirikan Amerika Serikat (IMF, Word Bank), dengan  catatan seluruh program-rogram strategic harus mengikuti rekomendasi lembaga itu, artinya dengan mudah kekuatan lembaga vinancial global tersebut mengintervensi penguasa pada negara yang bersangkutan, termasuk menggulingkan rezim yang berkuasa. Gerakan modernisasi sebagai resep lembaga yang dibentuk Amerika tersebut buktinya sulit ditemukan negara-negara dunia ketiga yang mampu bangkit dari kekacauan politik, korupsi, dan penguasaan SDA vital oleh negara tersebut, justru keadaan sebaliknya ketika mencermati negara berkembang yang tidak mau mengikuti resep Amerika Serikat seperti Malaysia yang kini sangat jauh lebih maju.
Dalam konteks Indonesia, keterlibatan Barat dan Amerika Serikat, terutama pada isu politik sangat jelas, sejak merdeka Indonesia secara tidak langsung sudah bergantung pada AS, dimana “kemerdekaan di raihkarena luluh lantarnya Jepang akibat di bombardir AS, lalu para pendiri Indonesia segera mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 agustus 1945. Seokarno kemudian tampil sebagai Presiden, sikap politiknya yang memilih tidak berafiliasi dengan AS (kapitalisme), dan lebih memilih membangun afiliasi politik dengan idiologi sosialisme (PKI) dengan konsep Nasakom membuat AS berang, dan memikirkan berbagai cara untuk menggulingkan Soekarno. lewat momen pemberontakan PKI yang membunuh beberapa Jenderal, diawali dengan berhembusnya isu terbentuk Dewan Jenderal TNI guna mengambil alih kepemimpinan, kemudian memancing PKI melakukan kudeta, ternyata belakangan diketahui yang menghembuskan isu itu adalah badan intelijen AS (CIA). AS sangat terkejut dengan kerja Soeharto dapat dengan mudah memberatas kekuatan idiologi sosialisme penyaing terbesar AS di Asia Tenggara, Soeharto pun naik menjadi Presiden dengan membunuh hampir satu juta nyawa yang diklaim sepihak sebagai pendukung PKI tanpa proses hukum.
Setelah Soeharto naik ke tampuk pemimpin menggantikan Soekarno, UU yang pertama kali ia  keluarkan adalah UU No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) hasil dari pertemuan di Genewa-Swiss, antara utusan Indonesia dengan para pengusaha kapitalis AS dan negara-negara barat lainnya, disinilah awal mula idiologi kapitalisme bercokol menancap kuat dibumi pertiwi, SDA potensial dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing, seperti, Freeport, Generl Motors,  US Steel Tobacco, Alcoa, Goodyear, Siemens, Presiden AS Nixon waktu itu menyebut Indonesia adalah “upeti dari Asia.”
Pada saat yang sama Indonesia terjabak dalam konspirasi jahat kekuatan Amerika Serikat melalui IMF dan World Bank, yang memberikan dana pinjaman untuk melakukan modernisasi (globalisasi), dan Indonesia adalah negara yang pertama kali dijadikan pilot project program globalisasi. Satu pertiga Milyaran Dolar AS uang pinjaman ini kemudian menjadi sumber utama korupsinya Soeharto dan para kroinisnya, itu artinya benih korupsi besar-besaran di mulai sejak uang pinjaman yang mengalir dari lembaga bentukan AS itu.
Menguatnya Jebakan
Sepanjang tahun 2011 lalu jebakan melalui setingan isu-isu yang sengaja dipelihara oleh AS dan dunia barat sangat terasa menguat, isu terorisme misalnya “kelompok” Islam yang di anggap terlibat dalam gerakan itu semakin masuk pada ranah yang sesunguhnya diinginkan oleh dunia Barat dan Amerika Serikat, sekarang Densus 88 dengan seenaknya saja menangkap, menahan bahkan membunuh tanpa proses hukum, konyolnya ada yang diduga teroris yang tidak diketahui identitasnya (mister X), tidak ada lagi prosedur hukum, mulai dari status saksi, tersangka, terdakwa dan terpidana. Parahnya sebagian umat Islam yang dicap sebagai teroris terpancing secara membabi buta tanpa target yang jelas yang akhirnya menjastifikasi aparat melakukan tindakan represif atas nama keamana Negara, dan kondisi ini akan mengulangi tragedi satu juta rakyat Indonesia yang dibantai Soeharto atas PKI dulu tanpa proses hukum, sekali lagi itu adalah pesanannya AS untuk memberangus idiologi sosialis sebagai lawan idiologi kapitalis, umat Islam jangan mau terjebak dengan perang idiologi barat.
Jebakan yang semakin menguat juga dapat dilihat pada kasus Papua, kita tahu setiap terjadi kekerasan di Papua selalu diawali dengan persoalan di PT. Freeport, perusahaan emas itu adalah miliknya AS, kekerasan di Papua akan menjadi pintu masuk AS untuk melakukan intervensi  dengan mendukung merdekanya Papua dari NKRI atas dalil aparat Indonesia melakukan pelanggaran HAM, seperti yang terjadi di Timor Leste dulu.
Perosalaan terorisme, kekerasan di Papau, benih korupsi merupakan kasus-kasus besar yang muncul dan menguat akibat jebakan dunia barat dan AS khususnya yang berkonspirasi dengan penguasa negeri ini, AS menginginkan kekayayan SDA kita tanpa batas dan melemahkan idiologi Sosialis dan Islam sebagai saingan kapitalisme, sementara kepentingan elit lokal adalah kekuasaan”. Bangsa ini penuh dengan skenario dan jebakan, untuk keluar dari segala persolaan itu dibutuhkan pemimpin yang berani dan bernurani tapi bukan penyanyi Seperti SBY.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KORUPSI DAN KEKERASAN JEBAKAN YANG MENGUAT

Oleh: Ridwan HM Said MENDEKAT I akhir tahun 2011 lalu dan awal dari tahun 2012 ini Indonesia diwarnai oleh dua masalah besar yang ...