Kamis, 21 Maret 2013

DEMOKRASI


PENJELAJAHAN DEMOKRASI IDEAL
Oleh: Ridwan M. Said
 Kehidupan berbangsa di negeri ini hampir tidak pernah luput dari pangggung sandiwaranya para elit, setelah dihebihkan dnegan bebrabagi skadal korupsi yang melibatkan berbagai elit parpol, baik yang duduk di legsialtif maupun de eksekutif, kalai ini media diraimakan dengan dua perdebatan isu tentang ambang batas bagi partai yang berhak menemp-atkan wakilnya disenayan, dan sisitim penetapan caleg terpilih aoakah sistim prporsinal terbuka atau tertutup. Atau campuran.
bila sebelumya terjadi perbedaan sikap terhadap pemneurukan panja mafia pajak dan bank century  oleh beberapa paratai koalisi pndukung p;merintah yang tergabung dalam setgab, kali ini Perdebatan tentang tentanga ambang batas (electoral tresholt) dan sistim penetapan caleg terpilih pemlu legislati 2014 ini kembali memecakan kekuatan konsolidasi partai koalisi pendukung pemerrintah.
Kekuatan itu setidaknya terbagi atas dua kekuatana, kekuatan pertama terganung pdip, golkar dan emokrat yang mengunginkan ambang bats 4-5 porsen, sementara kekuatan kedua di usung oleh paratai menengaha dan kedil 2-3 porsen yang di ususng oleh PKS, PAN, PPP, PKB, Hanura, Gerindra. Yang menarik adalah partai peguasa dan partaai koalisis memiliki sepemahaman yang sama. Perpecahan paratai kolaisis pendukung pemrintaha ini menunjukan sekali lagi sebagai bentuk ketiadaan ketiadak mampuan setgab, ini wajar karena koalisi yang dibangun baukan atas kesamaanan visi politik sebagai cerminan dari garis perjuangan idiologis, namun perkumpoulan setragas tidak lebih sebagai perkumpulan untuk bagi-bagai jatah kekuasaaan.
Dibalik perdebatan ambang batas dan sisitim penetapan caleg, menyimpan momen penting paling menarik yang tepat, yakni mereview kembali pengkhianatan terhadap konstitusi dan berbgaai implikasinya.
Penjelajahan Bangsa Indonesai untuk mencari sosok demokrasi yang efektif sejak 1945 sampai saat ini sosok yang bernama demokrasi ideal untuk Indonesia itu belum juga kunjung ditemukan, sejak 1945 Indonesai sudah melakukan beberapa kali eksperimen bentuk demokrasi mulai dari demokrasi mayoritas atau pemerintahan presidensial, namun fakta menunjukan demokrasi model ini justru membuat pemerintahan tidak stabil, dalam 4 tahun terjadi 33 kali pergantian kabinet, kemudian eksperimen selanjutnya ialah era demokrasi terpimpin dengan tiga arus kekuatan politik utama dengan konsep NASAKOM (Nasionalis, Agamais, dan Komunis), justru konsep ini menjadi duri dalam daging, sehingga membuka runang tampilnya rezim Orde Baru dengan Soeharto sebagai nahkodanya, Soeharto menggunakan demokrasi permusyawaratan perwakilan untuk mengelola negara, justru nasibnya juga tetap sama. Lalu setelah terjadi pergantian rezim dari Orde Baru ke orde reformasi eksperimen demokrasi yang efektifpun di lanjutkan dengan menerapkan sistem pemerintahan presidensial dengan demokrasi mayoritas yang kemudian mengulangi cerita lama kegagalan demokrasi di negeri ini, demokrasi pasca reformasi yang dipenuhi oleh sikap elit politik dan masyarakat yang majamuk telah melahirkan demokrasi sentrifulgar.
Penjelajahan panjang bangsa Indonesia untuk menemukan sosok demokrasi ideal, telah melewati beragam dinamika dan tantangan, mulai dari konstitusi UUD 1945 ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 (terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal).  digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga di amandemen sampai empat kali dari tahun 1999-2002.
Hasil amandemen ke IV UUD 1945  yang paling dikritisi adalah hilanya wacana negara kekeluargaan .jang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara, ialah semngata, semngat para penyelenggara negara, semngat para pemimpin pemerintahan. Meskipoen dibikin oendang-oendang dasar jang menoeroet kat-katnja bersifat kekeloergaan, apbila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahn itoe pasti tidak ada gunanja dalam praktek.
Petikan kalimat di atas adalah penjelasan yang tercantum dalam UUD 1945 yang asli, yang merupakan domumen historis, dokumen politik dan dokumen hukum, dan merupak mazhab pembentukan negara ini, yang telah dihapus dalam amandemen UUD 1945 yang ke empat tersebut. Hilangnya dokemen itu merupakan pemutusan mata rantai sejarah filosofi pembentukan bangsa Indonesai yang memiliki semangat kekeluargaaan merupakan kotektualisasi paham kolektivisme yakni mazhab yang bertentangan dengan indivudualisme.
“bangsa Indonesai secara sosial budaya dalah bangsa yang bersifat kolektivistik karena sikap, pemikiran, perilaku dan tanggung jawab seorang warga bangsa kepada kolektivitasnya berada di atas kepentingan indivudu. Oleh karena itu, negara RI didirikan dengan berlandaskan semangat kekeluargaan yang merupakan kontekstualisasi paham kolektivisme dengan corak budaya bangsa Indonesia”.
Pembentukan negara modern biasa dipengaruhi oleh dua paham pemikiran tentang hubungan negara dan warga negara. Penidasan para raja-yang seringkali mempersonifikasikan diri sebagai negara l’etat c’st moi-selama berabad-abad di eropa setelah mendorong kelahiran gerakan renaissance, yang mengakui hak individu dari setiap warga negara.[1]
Paham kedaulatan (sovereignty) yang termanisverstasi pad sikap Individualisme merupakan bagian dari gerakan sekulerisme, sementara paham sekulerisme adalah puncak dari gerakan gagasa ndemokrasi modern dan negara modern.[2]
Paham individualisme yang di kembangkan oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke, Jean Jacqued Rousseau, Herbert Spencer dan H.J. Laski, talah mewarnai seluruh aspek kehidupan bangsa-bangsa barat dan menjadi nilai dasar dalam sitem sosial, ekonomi dan sistem politik demokrsi yang berkembang pesat, setelah bangsa eropa mengalami penindasan oleh para penguasa absolut dalam negara monarki absolut, menurut paham individualisme, negara ialah masyarakat hukum yang di susun atas dasar kontrak antara seluruh iondividu dalam masyarakat (social contract).[3]
Antitesi dari paham individualisme adalah paham kolektivisme yang beranggapan bahwa individu tidak mempunya kekebasan absolut, kesamaan idiologi atau keunggulan ras adalah dasar dlam penyusunan negara yang terdiri dari pemimpin atau parata yang merupakan supra struktur dalam masyarakat sebagai struktur. Lalu paham ini kemudian mengalami perkembangan kecenderungan menjadi pemerintah dikatator totaliter seperti yang dipraktekkan oleh bangsa Jerman pada masa Hitler, Uni sovyet dan Italia  masa komunisme, juga mao-ze-dong di RRC.
Paham kolektivisme mempunyaio beberapa cabang pikiran di antaranya diperkenalkan oleh marx, engels dan lenin dengan teori klas (class theory). Negara dia anggap sebagai alat untuk menindas kelas yang lain. Kelas yang kuat menindas kelas yang rendah. Negara kapitalis adalah alat golongan elit menindas kaum buruh, untuk itu satu-satunya cara ialah melakukan revolusi buruh untuk mengkhiri enidasan itu.
Kemudian cabang yang lain dari teri kolektivitas adalah apa yang kemduain di kenal dengan teori integrasi yang di perkenalkan oleh spinoza, adam mouller, hegel dan gramski,mereka menyatakan negara didirikan bukan untuk menajami kepentingan idividu atau golongan akan tetapi menjamin masyarakt seluruhnya saebagai satu kesatuan (holistik).
Dalam konteks Indonesia berdirinya negara ini merupakan berangkat dari pikiran filosofis dasar negara itu yaitu paham kolektivisme kekeluargaaan bukan kolektivisme ala sosialis yang dikatatorian atau individualisme model parat yang kapitalistik, kolonialstik dan imperialisme.
Setelah amandemen undang-undang dasar 1945 sebanyak empat kali sejak 1999 sampai 2002, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam sistem politik dan pemerintahan NKRI.[4] di samping membawa banyak manfaat dan kemajuan dalam ketatanegaraan, yang berimplikasi pada tegaknya Hak-Hak Asasi, seperti “kebebasan berekspres” melalui instrumen hukum yang fair dan demokratis, namun juga meninggalkan beberapa lubang yang menganga, di antara banyak lubang/ atau kelemahan yang menuai kritikan adalah Sistim demokrasi konsensus yang berdasarkan pada asas permusyawaratan perwakilan yang di yakini sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang plural, majemuk, kemudian di ubah dengan sistim demokrasi mayoritas yang lebih sederhana yang kemudian di anggap juga cocok dengan mayarakat yang berstruktur sosial-budaya homogen.
Demikian juga sistem pemerintah presidensial di tetapkan sebagai pengganti sistim pemerintahan semi-presidensial, padahal, sistim presidensial dalam penelitian Scott Mainwaring di XX negara hanya mampu bertahan pada sistem politik dengan struktur kepartaian sederhana.
Akibat sisitim presidensial pasca amandemen, Pada sistim pemerintah presidensial dengan format multi partai tidak di dukung oleh check and balances yang efektif antara cabang eksekutif dan legislatif, akibat dari amandemen yang menggunduli kekuasaan presiden secara besar-besaran telah menimbulkan implikasi konstitusional baru yaitu akumulasi kekuasaan yang terlalu besar pada legislatif, akibatnya pemerintahan tidak stabil.[5] cita-cita bangsa yang berkarakter kekeluargaan atau indigesasi dari koloktivisme sebagaimana gagasan Bung Hatta, bukan pula kolektivismenya Hitler dan Mosolini yang di landasi oleh keungglan Ras, ataupun kolektivisme Lenin dan Stalin yang dilandasi dominasi idiologi atau pula Mao-Ze Dong.[6]
Banyak negara yang baru merdeka  memilih model pemerintahan sistem presidensil dalam kenyataanya terbukti secara empiris akhirnya gagal mempertahankan stabilitas pemerintahan  Mereka mendasarkan pada Studi F.N Riggs  di 76 negara di dunia ketiga, menyebutkan tidak ada satupun dari 33 negara yang menggunakan sistem presidensial yang dapat bertahan, atau kesimpulan Scoot Mainwaring yang mengamati sistem presidensil di Amerika Latin yang menyebutkan sistem presidensial dengan  multi partai di 31 negara yang dipandang paling sukses dalam pelaksanaan demokrasio, ternyata tidak dapat menciptakan demokrasi yang stabil.[]




[1] Ibid, hlm. 13.
[2]Aidul Fitriziada Azhari, Menemukan Demokrasi, Surakarta, Muhammadiyah University Press, 2005, hlm. 9-11.
[3] Sofian Effendi, Op. Cit.,hlm. 13.
[4] ibid. hlm. V.
[5] Ibid.
[6] Ibid, hlm. V1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KORUPSI DAN KEKERASAN JEBAKAN YANG MENGUAT

Oleh: Ridwan HM Said MENDEKAT I akhir tahun 2011 lalu dan awal dari tahun 2012 ini Indonesia diwarnai oleh dua masalah besar yang ...