Oleh: Ridwan
Said.[1]
Negara ini sudah
terlalu lama absen dalam mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa (funding father) 66 tahun lalu, berbagai
program dan klaim pemerintah untuk menigkatkan ekonomi, pendidikakn, kesehatan
dan kesejahteraan hanyalah cerita kosong diatas kertas dan angka-angka, masih
sangat mudah ditemukan bukti nyata manusia Indonesia yang bercokol dibawah
garis kemiskinan, penggangguran yang semakin meningkat, anak-anak yang
selarusnya bertugas untuk belajar dan menikmati masa kecil dan remajanya
terpaksan bekerja ber jam-jam demi mempertahankan hidup, pekerja anak Indonesia
Tahun 2009 hasil survei ILO bekerja sama dengan BPS mengungkap, sedikitnya 4
juta dari 58,8 juta anak di Indonesia berusia 5-17 tahun terpaksa bekerja,
sebanyk 1,7 juta bekerja 12 jam hingga 21 jam per minggu. Ini ironis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang menjacapai 6,1 prsen 2010, dan diprediksi 6,4 porsen tahun 2011.[2] Dari
jumlah buta aksara di dunia saat ini 70 % (510 juta orang) ada di Negara E9 (Banglades,
Brazil, China, India, Indonesia, Mesir, Meksiko, Nigeria, pakistan).[3]
Prof. Bambang
Setiaji (2011) menggambar, kondisi tingkat pendidikan
Indonesia yang berpendidikan sampai lulus SD sebesar 3,3, juta,
berpendidikanSMP 2,6j uta, ber pendidikan SMA 3,7 juta, dan berpendidikan
perguruan tinggi berbagai level hampir 1 juta. Kondisi ketidakadilan dan carut
marut ini, tidak simetris dengan kenyataaan pertumbuhan ekonomi yang
kategori tinggi, dan meningktnya orang kelas menengah baru Indonesia dan Asia yang
mencapai 50 juta jiwa, atau cadangan devisa pada pekan ketiga juni 2011 yang
terus mengalami kenaikan, mencapai 119 milyar dolar AS, dibanding mei 2011 yang
hanya 118 Milyar Doalr AS. hal ini berdasarkan catatan Bank Indonesia.[4]
Pada saat yang
sama program penurunan kemiskinan berjalan ditempat bahkan mudnur, Tingginya
angka pertumbuhan saat ini tidak mampu mendorong percepatan penurunan angka
kemiskinan, BPS mencatata jumlah masyarakat miskin pada maret 2011 mencapai
30,2 juta jiwa, atau hanya turun satu juta jiwa, di banding pada periode maret
2010. Pada hal pada periode sebelumnya (maret 2009-maret 2010) penurunan kemiskinan
mencapai 1,51 juta orang. Penyebab dari lambannya penurunan orang miskin ini
adalah naiknya garis kemiskinan, selama maret 2010-maret 2011, garis kemiskinan
meningkat sebesar 10,39 porsen, dari Rp. 211.726 perkapita perbulan menjadi Rp.
233.740 perkapita perbulan, artinya mereka-mereka yang mengeluarkan uang
dibawah Rp. 7.800 perhari dapat dianggap
miskin. Dari pendapatan meraka ini 70 tidak cukup untuk kebutuhan makan setiap
hari, sementara itu garis kemiskianan makanan menyumbang 73,52 porsen terhadapa
angka garis kemiskinan. Faktor lain lambannya turun kemiskinan karena harga
bahan pokok yang mahal.
Berdasarkan
komposisi wilayah, jumlah penduduk miskin di daerah pada maeret 2011 turun 9,23
porsen, dari 19,93 porsen juta jiwa
menjadi 18,97 juta orang. Sementara itu diwilayah perkotaan jumlah penduduk
miskin berkurang dari 11,10 juta orang menjadi 11,05 juta orang.[5]
Pemerintah
mengklaim 30,2 juta orang miskinm, Ironisnya yang menerima BLT 70 juta. Sementara
kalau mengacu pada versi bank dunia US
$2 yang di konversi berdasar Exchange
Rate, menjadi Rp. 20.000,00 per hari atau Rp. 600.000,00 perkapita
perbulan, dengan asumsi Rp. 8.600 perdolar atau Rp. 17.000 perhari nyaris
miskin, dengan begitu ada sekitar 116 juta orang yang miskin di Indonesia, atau
satu diantara dua orang Indonesia adalah kategori miskin, sementara versi kedua
kemiskian dari bank dunia adalah menggunakan pengukuran versi PPP (Purchasing
Power Parity) dengan pendapatan Rp. 236.040,00 perkapita perbulan. Vietnam
saja sebagai negara berkembang yang baru bangkit dari kolonialisme dan
peperangan saja menggunakan standar kemiskian dengan pendapatan perkapita
perbulan 450.000 perbulan.
Dengan
pertumbuahan ekonomi yang tinggi dan masuk kategori sebagai negara kuat baru
dalam percaturan ekonomi global seharusnya pemerintah masih bisa berbuat banyak
untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan dengan kondisi APBN mencapai 1.300
Triliun, Kapan uangan yang banyak itu digunakan untuk kebutuha rakyat. Padahal dalam
pembukaan UUD 1945 mengamanatkan negara bertanggung jawab keselamatan,
kesejahteraan, dan kemakmuran rakyatnya, seperti pendidikan, kesehatan, jaminan
hari tua, dan jamina sosial lainnya, malah amanat konstitusi dilaksanakn oleh
bangsa lain dengan baik, sebagai bahan reflesksi, negara-negara Eropa dan
Amerika yang sekuler yang menjauhkan diri dari urusan nilai moral dan agama, sejak
tahun 1960-an sudah meluncurkan berbagai progrm jamina sosial bagi seluruh
rakyatnya, di Amerika ada Program Family with Dependent Children/AFDC, Mediacia/ perawatan kesehatan,
SSI – Suplemental Security Income. Food- Stamp (pemberian
kupon maka gratis), disamping itu ada program pokok lain seperti memberikan
perumahan bersubsidi, layanan gizi, dan bantuan energi.
Sementara negara
kita sampai saat ini hanya mampu menjamin bagi golongan-golongan tertentu,
seperti program, PT. Askes, PT. Jamsostek,
dengan bentuk jaminan, kematian, kecelakaan kerja, hari tua, dan kesehatan,
Jamkesmas dengan Dana investasi Rp. 104 T.[6] Blt
(Program Politis) yang jumlahnya masih sangat buncit, dan menyentuh
pekerja formal saja, dibandingkan dengan tinggkat pengangguran dan kemiskinan
di Indonesia yang tidak kunjung menurun, malah semakin stagnan.
Munculnya orang
kaya baru di indoensia yang menaglami kenaikan memberikan konstirubusi pada
penerimaan negaran melalui pajak, tapi kenaikan golongan kelas menengahn ini pada
saat yang sama diprediksi rentan kembali
mengalami jatuh pada posisi rentan miskin, ini diakibatkan tidak adanya sisitim
jamina keamanan sosil yang dijamin oleh negara.
Pemerintah dan DPR
sebenarnya sudah punya konsep bagus untuk memberikan jaminan sosial bagi
seluruh rakya Indonesia dengan lahirnya UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, yang
akan ditindak lanjuti dengan RUU BPJS yang ditargetkan selesai bulan juni 2011
lalu, pembahasannya sudah berlangsung lebih dari 1 tahun, inisitif ini dari DPR,
Pemerintah tidak merespon positif karena menyangkut konsekwensi pendanaan, dan
penganturan. BPJS tindak lanjut dari SJNS, konsekwensinya menurut perhitungan
menteri keuangan jika pemerintah membayar premi kesehatan untuk 20 juta
penduduk biayanya bisa 2-3 porsen dari prosuk domestik bruto.[7]
Pemerintah dan DRP telah menyepakati pembentukan BPJS jangka pendek (mengurusi
kesehatan, kecelakaan kerja, dan kematian), jangka panjang (pensiun dan hari
tua) samapi saat ini detail pengoperasionalan dan pendanaan dan berbagai hal
lainnya masih belum ada kesepakatan DPR dan Pemerintah.
Bila saja
pemerintah tidak mengundur-undur pengesahan RUU BPJS Suatu, maka kemenangan
besar bagi rakyat, Jaminan sebelumnya dirubah
dari kepesertaan hanya terbatas pekerja formal, maka dalam RUU BPJS baik formal
Maupun pekerja informal seperti TKI dan seluruh rakyat Indonesai berhak
mengikutinya dengan iuran perbulan, dengan jenis programnya menjadi 5 program,
yaitu Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun,
dan Jaminan Kesehatan.
Lagi-lagi penghambat utamanya adalah Problem pengganggaranya, karerna
akan ada konsekwensi pengurangan pos anggaran lain, formulari pengalokasian APBN
Sekarnag yang masih tidak pro rakyat, yang lebih banyak untuk biaya rutin, dan
pasti tidak menyentuh langsung untuk kebutuhan rakyat, dari Rp. 1.300 T APBN
kita 2011 ini, sekitar 60 porsen digunakan untuk anggaran operasional yang
mencakup gaji pegawai, pejabat negara pejabat pemerintah, alat perkantoran, dan
biaya perjalanan. 20 porsennya untuk bayar cicilan utang dan bungannya negara.
Sementara sisanya yang sekitar 20 porsen itulah yang praksis untuk program
pembanunan. Belum lagi didaerah-daerah yang menggunakan anggaran APBN sekitar
diatas 70-80 porsen digunakan untuk dana operasional, banyak daerah yang kolap
(kompas, 10/6/11), lagi tingginya permintaan penundaan pensiun para PNS yang
takut tidak mampu survive pasca
pensiun, Saat
ini perbandingan antara pns dan pendududk adalah 1,98 porsen kalau negara lain
2,1 porsen, Alokasi abpn 2011 Rp. 225,5 t di alokasikan untuk gaji pns, Jumlah PNS
di Indonesia mei 2011 sebesar 4.708.330. orang atau 2,03 porsen dari jumlah penduduk,
beban APBN pertahun mencapai Rp. 180 T untuk
gaji PNS termasuk pensiun.[8]
Pengesahan RUU PBJS sebenarnya mengindikasikan ada keinsafan negara ini
dari sisi pengelolaan anggaran, karena dengan adanya jamiana sosial yang
menyeluruh bagi semua lapisan masyarakat, negara wajib menaggung bagi mereka
yang tidak mampu. Seandainya saja RUU itu jadi disahkan itu artinya perjungan
kaum buruh dan para intelekrtual berpuluhan tahun akan menunai sejarah besar, karena
berhasil memaksa dan membujuk sekaligus menginsafkan pimpinan bangsa ini kelur
dari dosa besar, atas kealpaan, kekhilafan dan keserakahannya, menyimpang dari
tujuan pendirian bangsa.
Malaysia
memimiliki tabungan negara sekitar Rp. 1.300 triliyun hasil tabungan jaminan
sosial warganya, sementara Indonesia hanya memilki Rp. 100 T yang di himpun PT.
Jamsostek, sebenarnya pelaksanaan sisitim jaminan sosial tidak sulit, karena
sudah ada PT. jamsosstek, PT. Askes, PT. Taspen, dan PT. Asabri, hanya saja
tiak ada kemauan poltik pemerintah.
Ada banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarkat, Alasan esensial
dari RUU PBJS mengatur program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jamiana
hari tua, termasuk pensiun dan jaminan keamatian yang lebih adil. Ada empat
esesnsinya UU SJSN pertama. merupakan
mmebuat platforrm yang sama antara PNS, Pegawai Swasta, dan pekerja informal,
artinya menghilangkan klasifikasi diskriminatif selama ini. kedua, Mengubah status hukum badan
penyelenggara, yang ada sekarang adalah Jamsotek, Taspen, Askes, dan Asabri menjadi
BPJS yang tidak bertujuan mencari laba untuk kas negara atau dana suprlus atau
laba selama ini harus dikembalikan kepada peserta bukan pada negara yng dimaknai
secara keliru dalam UU No. 2 tahun 1992 tentang asuransi, namun bukan berarti
negar akan rugi, karena pemasukannya akan di ditarik dari iuran peserta, baru
negara membayar kalau peserta tidak mampu. Ketiga,
SJSN adalah titipan peserta yang harus dikembalikan pada peserta pula. Keempat, Memastika agar pihak kontributor
atau pengisur atau tripartit, agar steril dari politik, seperti BLT. Kelima, memastikan seluruh rakyat Indonesia
berhak ikut dan dimanapun mereka berada walaupun berpindah tempat domisili,
entah di daerah lain dalam wilayah indonesia atau di luar negeri.[9]
Rencana ini
sebenarnya berkorelasi dnegan semangat duni internasional yang terus mengusung
perlindungan dan jaminan bagi kaum kelas bawah, seperti contoh baru-baru ini
PRT yang disisihkan dari perlindungan negara selama ini berhak mendapat Jamsostek,
berlibur, hari cuti, menentukan tempat tinggal, hal ini termuat dalam
kesepakatan konverensi perburuhan internsioanl (international labor converence) ILO, ynag diadakan Dijewa-Swiss
yang mengesahkan Convesi ILO 189, yang telah diperjuangkan selama 70 tahun
sejak 1956.
Nampaknya tujuan dan cita-cita luhut itu semakin hari, kian hilang dari
substansinya, karena banyak upaya-upaya pemerintah untuk menggagalkan cita-cita
itu karena takut akan konsekwensi pengganggarannya, Menteri BUMN
misalnya mengeluarkan surat edaran S-374/MBU/2011 tanggal 24 juni 2011, berisi
penolakan transformasi empat BUMN menjadi BPJS, empat BUMN itu adalah
Jamsostek, Asabri, Taspen dan Askes.[10]belum
lagi perlawanan dari perkumpulan
pengusaha-pengusaha yang mendesak pemerintah agara hanya menfokuskan pada penguatan
program kesehatan saja, sementara program-program jaminan sosial lainnya yang
kruasial harus ditiadakan. Dengan kondisi seperti ini masih jauh kita harapkan
pemerintah dibawah kendali Rezim Yudhoyono diharapkan insaf dan bertobat, RUU
BPJS yang semula selasai juni lalu malah ditunda lagi menjadi oktober.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar