Senin, 11 Februari 2019

MENANTI INSAFNYA NEGARA


Oleh: Ridwan Said.[1]

Negara ini sudah terlalu lama absen dalam mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa (funding father) 66 tahun lalu, berbagai program dan klaim pemerintah untuk menigkatkan ekonomi, pendidikakn, kesehatan dan kesejahteraan hanyalah cerita kosong diatas kertas dan angka-angka, masih sangat mudah ditemukan bukti nyata manusia Indonesia yang bercokol dibawah garis kemiskinan, penggangguran yang semakin meningkat, anak-anak yang selarusnya bertugas untuk belajar dan menikmati masa kecil dan remajanya terpaksan bekerja ber jam-jam demi mempertahankan hidup, pekerja anak Indonesia Tahun 2009 hasil survei ILO bekerja sama dengan BPS mengungkap, sedikitnya 4 juta dari 58,8 juta anak di Indonesia berusia 5-17 tahun terpaksa bekerja, sebanyk 1,7 juta bekerja 12 jam hingga 21 jam per minggu.  Ini ironis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menjacapai 6,1 prsen 2010, dan diprediksi 6,4 porsen tahun 2011.[2] Dari jumlah buta aksara di dunia saat ini 70 % (510 juta orang) ada di Negara E9 (Banglades, Brazil, China, India, Indonesia, Mesir, Meksiko, Nigeria, pakistan).[3]
Prof. Bambang Setiaji (2011) menggambar, kondisi tingkat pendidikan Indonesia yang berpendidikan sampai lulus SD sebesar 3,3, juta, berpendidikanSMP 2,6j uta, ber­ pendidikan SMA 3,7 juta, dan ber­pendidikan perguruan tinggi berbagai level hampir 1 juta. Kondisi ketidakadilan dan carut marut ini, tidak simetris dengan kenyataaan pertumbuhan ekonomi yang kategori tinggi, dan meningktnya orang kelas menengah baru Indonesia dan Asia yang mencapai 50 juta jiwa, atau cadangan devisa pada pekan ketiga juni 2011 yang terus mengalami kenaikan, mencapai 119 milyar dolar AS, dibanding mei 2011 yang hanya 118 Milyar Doalr AS. hal ini berdasarkan catatan Bank Indonesia.[4]
Pada saat yang sama program penurunan kemiskinan berjalan ditempat bahkan mudnur, Tingginya angka pertumbuhan saat ini tidak mampu mendorong percepatan penurunan angka kemiskinan, BPS mencatata jumlah masyarakat miskin pada maret 2011 mencapai 30,2 juta jiwa, atau hanya turun satu juta jiwa, di banding pada periode maret 2010. Pada hal pada periode sebelumnya  (maret 2009-maret 2010) penurunan kemiskinan mencapai 1,51 juta orang. Penyebab dari lambannya penurunan orang miskin ini adalah naiknya garis kemiskinan, selama maret 2010-maret 2011, garis kemiskinan meningkat sebesar 10,39 porsen, dari Rp. 211.726 perkapita perbulan menjadi Rp. 233.740 perkapita perbulan, artinya mereka-mereka yang mengeluarkan uang dibawah Rp. 7.800  perhari dapat dianggap miskin. Dari pendapatan meraka ini 70 tidak cukup untuk kebutuhan makan setiap hari, sementara itu garis kemiskianan makanan menyumbang 73,52 porsen terhadapa angka garis kemiskinan. Faktor lain lambannya turun kemiskinan karena harga bahan pokok yang mahal.
Berdasarkan komposisi wilayah, jumlah penduduk miskin di daerah pada maeret 2011 turun 9,23 porsen, dari  19,93 porsen juta jiwa menjadi 18,97 juta orang. Sementara itu diwilayah perkotaan jumlah penduduk miskin berkurang dari 11,10 juta orang menjadi 11,05 juta orang.[5]
Pemerintah mengklaim 30,2 juta orang miskinm, Ironisnya yang menerima BLT 70 juta. Sementara kalau mengacu pada versi bank dunia  US $2 yang di konversi berdasar Exchange Rate, menjadi Rp. 20.000,00 per hari atau Rp. 600.000,00 perkapita perbulan, dengan asumsi Rp. 8.600 perdolar atau Rp. 17.000 perhari nyaris miskin, dengan begitu ada sekitar 116 juta orang yang miskin di Indonesia, atau satu diantara dua orang Indonesia adalah kategori miskin, sementara versi kedua kemiskian dari bank dunia adalah menggunakan pengukuran versi PPP (Purchasing Power Parity) dengan pendapatan Rp. 236.040,00 perkapita perbulan. Vietnam saja sebagai negara berkembang yang baru bangkit dari kolonialisme dan peperangan saja menggunakan standar kemiskian dengan pendapatan perkapita perbulan 450.000 perbulan.
Dengan pertumbuahan ekonomi yang tinggi dan masuk kategori sebagai negara kuat baru dalam percaturan ekonomi global seharusnya pemerintah masih bisa berbuat banyak untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan dengan kondisi APBN mencapai 1.300 Triliun, Kapan uangan yang banyak itu digunakan untuk kebutuha rakyat. Padahal dalam pembukaan UUD 1945 mengamanatkan negara bertanggung jawab keselamatan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyatnya, seperti pendidikan, kesehatan, jaminan hari tua, dan jamina sosial lainnya, malah amanat konstitusi dilaksanakn oleh bangsa lain dengan baik, sebagai bahan reflesksi, negara-negara Eropa dan Amerika yang sekuler yang menjauhkan diri dari urusan nilai moral dan agama, sejak tahun 1960-an sudah meluncurkan berbagai progrm jamina sosial bagi seluruh rakyatnya, di Amerika ada Program Family with Dependent Children/AFDC, Mediacia/ perawatan kesehatan, SSI – Suplemental Security Income. Food- Stamp (pemberian kupon maka gratis), disamping itu ada program pokok lain seperti memberikan perumahan bersubsidi, layanan gizi, dan bantuan energi.
Sementara negara kita sampai saat ini hanya mampu menjamin bagi golongan-golongan tertentu, seperti program, PT. Askes, PT. Jamsostek, dengan bentuk jaminan, kematian, kecelakaan kerja, hari tua, dan kesehatan, Jamkesmas dengan Dana investasi Rp. 104 T.[6]  Blt (Program Politis) yang jumlahnya masih sangat buncit, dan menyentuh pekerja formal saja, dibandingkan dengan tinggkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia yang tidak kunjung menurun, malah semakin stagnan.
Munculnya orang kaya baru di indoensia yang menaglami kenaikan memberikan konstirubusi pada penerimaan negaran melalui pajak, tapi kenaikan golongan kelas menengahn ini pada saat yang sama diprediksi  rentan kembali mengalami jatuh pada posisi rentan miskin, ini diakibatkan tidak adanya sisitim jamina keamanan sosil yang dijamin oleh negara.
Pemerintah dan DPR sebenarnya sudah punya konsep bagus untuk memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakya Indonesia dengan lahirnya UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, yang akan ditindak lanjuti dengan RUU BPJS yang ditargetkan selesai bulan juni 2011 lalu, pembahasannya sudah berlangsung lebih dari 1 tahun, inisitif ini dari DPR, Pemerintah tidak merespon positif karena menyangkut konsekwensi pendanaan, dan penganturan. BPJS tindak lanjut dari SJNS, konsekwensinya menurut perhitungan menteri keuangan jika pemerintah membayar premi kesehatan untuk 20 juta penduduk biayanya bisa 2-3 porsen dari prosuk domestik bruto.[7] Pemerintah dan DRP telah menyepakati pembentukan BPJS jangka pendek (mengurusi kesehatan, kecelakaan kerja, dan kematian), jangka panjang (pensiun dan hari tua) samapi saat ini detail pengoperasionalan dan pendanaan dan berbagai hal lainnya masih belum ada kesepakatan DPR dan Pemerintah.
Bila saja pemerintah tidak mengundur-undur pengesahan RUU BPJS Suatu,  maka kemenangan besar bagi rakyat, Jaminan sebelumnya dirubah dari kepesertaan hanya terbatas pekerja formal, maka dalam RUU BPJS baik formal Maupun pekerja informal seperti TKI dan seluruh rakyat Indonesai berhak mengikutinya dengan iuran perbulan, dengan jenis programnya menjadi 5 program, yaitu Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kesehatan.
Lagi-lagi penghambat utamanya adalah Problem pengganggaranya, karerna akan ada konsekwensi pengurangan pos anggaran lain, formulari pengalokasian APBN Sekarnag yang masih tidak pro rakyat, yang lebih banyak untuk biaya rutin, dan pasti tidak menyentuh langsung untuk kebutuhan rakyat, dari Rp. 1.300 T APBN kita 2011 ini, sekitar 60 porsen digunakan untuk anggaran operasional yang mencakup gaji pegawai, pejabat negara pejabat pemerintah, alat perkantoran, dan biaya perjalanan. 20 porsennya untuk bayar cicilan utang dan bungannya negara. Sementara sisanya yang sekitar 20 porsen itulah yang praksis untuk program pembanunan. Belum lagi didaerah-daerah yang menggunakan anggaran APBN sekitar diatas 70-80 porsen digunakan untuk dana operasional, banyak daerah yang kolap (kompas, 10/6/11), lagi tingginya permintaan penundaan pensiun para PNS yang takut tidak mampu survive pasca pensiun, Saat ini perbandingan antara pns dan pendududk adalah 1,98 porsen kalau negara lain 2,1 porsen, Alokasi abpn 2011 Rp. 225,5 t di alokasikan untuk gaji pns, Jumlah PNS di Indonesia mei 2011 sebesar 4.708.330. orang atau 2,03 porsen dari jumlah penduduk, beban APBN pertahun mencapai  Rp. 180 T untuk gaji PNS termasuk pensiun.[8]
Pengesahan RUU PBJS sebenarnya mengindikasikan ada keinsafan negara ini dari sisi pengelolaan anggaran, karena dengan adanya jamiana sosial yang menyeluruh bagi semua lapisan masyarakat, negara wajib menaggung bagi mereka yang tidak mampu. Seandainya saja RUU itu jadi disahkan itu artinya perjungan kaum buruh dan para intelekrtual berpuluhan tahun akan menunai sejarah besar, karena berhasil memaksa dan membujuk sekaligus menginsafkan pimpinan bangsa ini kelur dari dosa besar, atas kealpaan, kekhilafan dan keserakahannya, menyimpang dari tujuan pendirian bangsa.
Malaysia memimiliki tabungan negara sekitar Rp. 1.300 triliyun hasil tabungan jaminan sosial warganya, sementara Indonesia hanya memilki Rp. 100 T yang di himpun PT. Jamsostek, sebenarnya pelaksanaan sisitim jaminan sosial tidak sulit, karena sudah ada PT. jamsosstek, PT. Askes, PT. Taspen, dan PT. Asabri, hanya saja tiak ada kemauan poltik pemerintah.
Ada banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarkat, Alasan esensial dari RUU PBJS mengatur program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jamiana hari tua, termasuk pensiun dan jaminan keamatian yang lebih adil. Ada empat esesnsinya UU SJSN pertama. merupakan mmebuat platforrm yang sama antara PNS, Pegawai Swasta, dan pekerja informal, artinya menghilangkan klasifikasi diskriminatif selama ini. kedua, Mengubah status hukum badan penyelenggara, yang ada sekarang adalah Jamsotek, Taspen, Askes, dan Asabri menjadi BPJS yang tidak bertujuan mencari laba untuk kas negara atau dana suprlus atau laba selama ini harus dikembalikan kepada peserta bukan pada negara yng dimaknai secara keliru dalam UU No. 2 tahun 1992 tentang asuransi, namun bukan berarti negar akan rugi, karena pemasukannya akan di ditarik dari iuran peserta, baru negara membayar kalau peserta tidak mampu. Ketiga, SJSN adalah titipan peserta yang harus dikembalikan pada peserta pula. Keempat, Memastika agar pihak kontributor atau pengisur atau tripartit, agar steril dari politik, seperti BLT. Kelima, memastikan seluruh rakyat Indonesia berhak ikut dan dimanapun mereka berada walaupun berpindah tempat domisili, entah di daerah lain dalam wilayah indonesia atau di luar negeri.[9]
Rencana ini sebenarnya berkorelasi dnegan semangat duni internasional yang terus mengusung perlindungan dan jaminan bagi kaum kelas bawah, seperti contoh baru-baru ini PRT yang disisihkan dari perlindungan negara selama ini berhak mendapat Jamsostek, berlibur, hari cuti, menentukan tempat tinggal, hal ini termuat dalam kesepakatan konverensi perburuhan internsioanl (international labor converence) ILO, ynag diadakan Dijewa-Swiss yang mengesahkan Convesi ILO 189, yang telah diperjuangkan selama 70 tahun sejak 1956.
Nampaknya tujuan dan cita-cita luhut itu semakin hari, kian hilang dari substansinya, karena banyak upaya-upaya pemerintah untuk menggagalkan cita-cita itu karena takut akan konsekwensi pengganggarannya, Menteri BUMN misalnya mengeluarkan surat edaran S-374/MBU/2011 tanggal 24 juni 2011, berisi penolakan transformasi empat BUMN menjadi BPJS, empat BUMN itu adalah Jamsostek, Asabri, Taspen dan Askes.[10]belum lagi perlawanan dari perkumpulan pengusaha-pengusaha yang mendesak pemerintah agara hanya menfokuskan pada penguatan program kesehatan saja, sementara program-program jaminan sosial lainnya yang kruasial harus ditiadakan. Dengan kondisi seperti ini masih jauh kita harapkan pemerintah dibawah kendali Rezim Yudhoyono diharapkan insaf dan bertobat, RUU BPJS yang semula selasai juni lalu malah ditunda lagi menjadi oktober.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KORUPSI DAN KEKERASAN JEBAKAN YANG MENGUAT

Oleh: Ridwan HM Said MENDEKAT I akhir tahun 2011 lalu dan awal dari tahun 2012 ini Indonesia diwarnai oleh dua masalah besar yang ...