Senin, 11 Februari 2019


PEMUDA
(Warisan, Peran, Dan Fosilmu)
Oleh: Ridwan

SEJARAH pemuda boleh berlalu, dan terus membentuk sejarah baru, namun kenangannya tidak akan pernah pudar dan luput oleh ruang dan waktu, entah sengaja dilupakan, atau karena ekseleransi peradaban bangsa dalam berbagai konteks telah mengalami transformasi, Tetapi terkadang tidak bisa dipungkiri pada sisi tertentu sejarah itu sering dinafikkan, bahkan antara masa lalu dengan masa sekarang bertentangan terutama semangat dan jiwa perjuangan, tetapi walaupun dilupakan, direkayasa, bahkan ditinggalkan itu hanyalah prasyarat akan muncul kembalinya sejarah lama dalam konteks kekinian, bila dianalogikan dalam konteks dunia ilmu pengetahuan, Thomas Kuhn dalam “The Revolutions Paradigmatic” menyatakan, akan selalu ada anomali pardigmatik, dari kebekuan paradigma lama, lalu muncul paradigma baru dan akan kembali pada paradigma lama.
Hari ini telah kita saksikan sejarah dipertontonkan dengan penuh rekayasa, dinafikkan dan dilupakan, dimana tatanan kehidupan sosial, hukum, politik, ekonomi dan keagamaan sekalipun, terutama oleh elit-elit bangsa dan pemuda. pemuda yang identik sebagai legiun, pelikan, dan pelopor, pada banyak hal mengarah pada sikap degeneratif, pada ranah politik, sekarang pemuda telah menjadi ikonnya politik transaksional, pragmatis, dan menjadi mafioso, dalam konteks sosial tawuran dan degradasi moral menjadi ancaman nyata di era digital, mereka telah menjelma sebagai gerasi modemomaniak, dalam konteks keagamaan pemuda identik dengan pengantin-pengantin baru yang siap untuk menjadi algojo Bom bunuh diri.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 berkumpul Pemuda-Pemudi diseluruh Nusantara, mereka bersatu padu, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, faham, faksin politik, mendeklarasikan menyatunya perbedaan dalam bingkai NKRI. Bersumpah serapah berbangsa satu bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia. Mereka berkumpul tidak lain yakni semangat dekolonialisasi, keluar dari belenggu keterbelakangan, mempererat persaudaraan, menopang Indonesia merdekan yang maju, adil dan makmur lahir  dan batin.
Sumpah pemuda telah berlalu 83 tahun, mewarisi aset berharga, modal persatuan dan kesatuan, ketahan dan pertahanan, sekaligus sebagai modal pembangunan dan daya saing.
Momentum sumpah pemuda menjadi biasa saja, bila tidak disertai renungan mendalam betapa pentingnya makna persatuan dan kesatuan, persamaan dan kesamaan. Momentum itu akan membawa kita pada alam sadar bila kita renungi betapa hancurnya bangsa-bangsa lain karena disebabkan oleh tidak adanya persatuan dan rasa persaudaraan diantara mereka, Hitler seorang penguasa Nazi-Jerman melakukan pembantaian terhadap kaum Yahudi (Holocaus) kerena dianggap bukan ras unggul seperti ras Aria, atau bangsa Serbia yang melakukan genosida terhadap umat Islam Bosnia karena keyakinan yang berbeda.
Salah satu warisan berharga sumpah pemuda adalah kekayaan besar yang jarang dimiliki oleh bangsa lain, dimana pada momen ini dideklarasikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, padahal bahasa Indonesia yang digunakan sekarang ini berasal dari bahasa Melayu, kenapa tidak menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa mayoritas pendudukan terbesar warga nusantara, dan sampai saat ini tidak di persoalkan. Mustafa Kemal Atathuk pada saat melakukan Sekulerisasi Turki Utsmaniah melarang penggunaan Bahasa Arab. Warisan dibidang hukum yakni memperkenalkan istilah hukum adat oleh Moh. Kosnoe sebagai pemersatu bangsa Indonesia dan mengikrarkan hukum adat sebagai asas-asas hukum Indonesia dimasa mendatang.
Pasca kemerdekaan gerakan pemuda (generasi 1966 dan 1998) berhasil menumbangkan dua rezim otoriter (Orla dan Orba), Namun bila kita cermati, malah mereka larut dalam pragmatisme dan cenderung anti perubahan. sangat kontras dengan sejarah masa lalu, terutama semangat sumpah pemuda, yang telah berlalu. rasa persatuan dan persaudaraan kian menipis (separatisme), egoisme sektoral atas dasar teritorial semakin menguat karena dilegitimasi oleh sistim (Otonomi Daerah), konflik ras, agama, dan suku karena frustasi sosial dan ketidak adilan menganga (Sara), dendam semakin membara karena menganggap umat lain melakukan penyerangan beringas pada komunitas-komunitasnya, terutama kaum muslim, serta ketidakpuasan pada diplomasi luar negeri pemerintah yang juga menghamba pada kepentingan asing (Terorisme/Neoklonialisme). Apologi kemunafikan semakin dipertotonkan di pentas publik, tidak tangung-tanggung presiden SBY sebagai kepala negara mengajak seluruh rakyat menggelorakan jihad melawan perampok uang negara, padahal perampok itu sebenarnya berada disekelilingnya (korupsi).
Mempertanyakan peran pemuda
Kalimat di atas  sangat pantas dilontarkan ditengah carut-marutnya negeri ini, ada bayak nyanyian riuh pemuda diberbagai pentas yang bersifat degeneratif, destrukti. Ada skandal Guyus T, pelaku penggelapan pajak, Najaruddin sebagai vokalis menghibur para fans-nya yang ada di Indonesia dari jarak jauh, lalu setelah dibawa pulang ke Indonesia bungkam seribu bahasa, nyanyiannya tidak sekedar menghibur pihak-pihak yang suka musik dan seni, tetapi juga membongkar borok Partai Demokrat, sehingga menyasar ke sejumlah rekan-rekannya, tidak tanggung-tanggu ketua umunya Anas Urbaningrum (Mantan Ketua Umum HMI) di sinyalir mendapatkan konsesi dana lebih dari Rp. 100 M dari berbagai proyek pembangunan yang bersumber dari APBN, Andi Alfin Malarangen, Menteri Pemuda dan Olah Raga diduga menerima dana pembangunan Wisma Atlet Sea Games.
Kemudian skandal pemuda berlanjut pada surat palsu MK yang diduga melibatkan seorang mantan komisioner KPU Andi Nurpati (mantan pengurus IMM), berlanjut pada kasus penyuapan Kemenakertrans, uang dalam kardus durian Rp. 1,5 M itu untuk THR seorang menteri Muhaimin Iskandar (Mantan Ketua Umum PMII), dan terakhir adalah Fahri Hamzah (Mantan Ketua Umum KAMMI) ingin membubarkan KPK.
Gayus T, Najarudin, Anas Urbaningrum, Andi Nurpati, Andi Malarangen, Muhaimin Iskandar, Fahri Hamzah, adalah pemuda atau setidaknya sebagian dari mereka pernah menjadi pimpinan tertinggi organisasi pemuda, meraka adalah representasi pemuda Indonesia 134 juta orang atau 56 porsen dari jumlah penduduk Indonesia 240 juta jiwa.
Bila ditelusuri lebih dalam lagi, ada banyak pemuda yang duduk pada posisi-posis strategis terutama di lembaga legsilatif dan eksekutif. Dari Jumlah Anggota DPR 2009-2014, yang totalnya 560 orang, berumur kurang dari 25 tahun sebanyak 0.7 %, yang berumur diantara 25-50 Tahun ada 63,2 %, lebih dari 50 tahun 36,1 %.  kemudian di lembaga DPD yang berjumlah secara keseluruhan 132 orang, dengan komposisi umur kurang dari 25 tahun 0.8 %, umur 25-50 tahun 51,5 %, dan yang berumur lebih dari 50 tahun 47,7 %, Di lembaga eksekutif, sebagai menteri, yang duduk di kabinet Indonesia bersatu (KIB) jilid dua, dari jumlah keseluruhan menteri dan pejabat setingkat sebanyak 34 orang, yang berumur 25-50 tahun ada sebanyak 17,6, %, dan selebihnya 82,4 % adalah yang berumur diatas 50 tahun. Sementara komposisi pemuda menjadi Gubernur adalah yang berumur 25-50 tahun ada 18,2 %, sedangkan yang berumur di atas 50 sebanyak 81,8 % (kompas: 21/05/11),  itu artinya pemuda telah mengisi banyak pos-pos kekuasaan, namun kenyataannya mereka justru menjadi pengkhinat, perampok uang rakyat, dan pemberi contoh-contoh yang tidak konstruktif, mengotori dan melupakan sejarah semagat perjuangan pemuda.
Bukan Jamanya Pemuda Lagi.
Sumpah pemuda kali ini menemukan momenya yang tetap, ia diperingati ditengah-tengah melemahnya persaudaraaan, kesatuan dan persatuan, ia juga di peringati pada saat elektabilitas Presiden sangat rendah. Pada saat yang sama beberapa ikon pemuda di eksekutif dan dan legislatif terjabak pada skandal perampokan uang rakyat, dilain pihak semakin hangatnya bakal calon Presiden 2014 melalui survei yang tentu saja meramalkan apakah faksin tua atau faksin muda yang memimpin negara kedepan, pada saat yang sama umur bukan lagi menjadi faktor dominan mengukur tingkat produktifitas seseorang karena disebabkan oleh semakin tingginya harapan hidup manusia.
Dengan realitas seperti yang dipaparkan diatas, masih layakkah Soekarno dulu yang meminta pemuda untuk memindahkan gulung Himayala, karena faktor konsistensinya, semangatnya  dan ketangguhannya dalam memperjuangkan kebaikan kebenaran.
Kemudian masih relefankah pemuda menjadi, solusi kemelut bangsa dan stok pemimpin masa depan, masalah itu hanya bisa dijawab oleh goresan apa yang diukur pemuda kini, dan akan datang, kalau keadaannya masih seperti sekarang maka semangat sumpah pemuda hanya akan menjadi fosil-fosil sejarah tanpa makna, atau akan menjadi prasyarat lahirnya generasi baru ditengah anomali pemuda masa kini [].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KORUPSI DAN KEKERASAN JEBAKAN YANG MENGUAT

Oleh: Ridwan HM Said MENDEKAT I akhir tahun 2011 lalu dan awal dari tahun 2012 ini Indonesia diwarnai oleh dua masalah besar yang ...