Kamis, 21 Maret 2013

HUKUM LIMGKUNGAN


ANOMALI KAPITALIME
(Dilema Advokasi Lingkungan)
Oleh: Ridwan M.Said
 Revolusi perancis yang di ikuti dengan revolusi-refolusi lainnya, seperti revolusi hijau di Inggris, merupakan titik awal dari perubahan pola produksi manusia dan berdampak pada kemajuan di berbagai bidang, di bidang agama misalnya, sebelumnya  monopoli kebenaran miliknya gereja di bagi dengan ilmuwan dan para filsuf, di bidang politik yang sebelumnya di kuasai raja berubah di bawah kekuasaan kedaulatan rakyat, kemudian menciptakan tatanan strata sosial baru yaitu clas borjuis, di bidang, di bidang ekonomi dari sebelumnya menggunakan cara-cara tradisional di geser oleh mesin (industrialisasi).
Abad 18 dan 19 diyakini sebagai awal abad modern, puncaknya adalah abad 20, di tandai dengan peralihan sistim produksi dan penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, di bidang tehnologi Bom pembunuh massal telah memberangus puluhan ribu nyawa, kasus meledaknya bom nuklir di hirosima, dan Nagasaski di Jepang 1945 oleh Amerika memaksa jepang untuk segera meninggalkan beberapa daerah aneksasi jajahannya sehingga membuka peluang Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaan.
Setelah lepas dari cengkeraman konflik (perang dingin) yang berkepanjangan ditandai dengan kekalahan kubu sosialis dipersentasikan oleh Unisovyet yang kemudian luluh lantar, dan Amerika sebagai pihak yang menang ditandai oleh semakin jaya dan ekspansinya kapitalisme yang meniscayakan kompetisi di segal bidang, baik tehnologi, industri, serta eksploitasi sumberdaya alam secara besar-bearan.
Kemenangan pihak kapitalisme dan kehancuran sosialisme secara signifikan merevolusi tampilan peradaban dunia, kapitalisme yang mengusung konsep kebebasan individu, dalam tataran agama mengusung liberalisme, kemudian dalam domain pasar menuntut kebebsasan dan kompetisi, negara praksis hanya menjadi penjaga malam. atau bertugas menjaga stabilitas pasal. Pemain utama dalam percaturan ekonomi dunia kemubdian berpindah tangan dari negara ke coorporation, coorporasi kapitaslime dengan kekuatan modal dan kebebasan pasar menjarah semua sumber daya alam seperti menanam investasi diberbagai bidang, seperti kehutanan, batu bara, migas dan pertambangan, dalam wilayah tehnologi dan infomasi melakukan inovasi dan menciptakan berbagai tehnologi baru. roh dan nyawanya kapitalisme adalah keserakahan, kapitalisme tidak mengenal kata puas.
Ternyata dikemudian hari inovasi dibidang tehnologi, pengerukan perut bumi tanpa terkendali, industrialisasi ini tidak sekedar memberikan konstribusi kemajuan sepeti peningkatan produksi, kemampuan di bidang tehnologi, harpaan hidup yang semakin tinggi, namun juga membawa dampak yang amat mengkawatirkan dunia, seperti pemanasan global.
Global Warming berupa naiknya temperatur global berkisar 1,4-5,8 C, berakibat naiknya permukaan laut 10-20 cm dan akan terus naik sampai 88 cm tahun 2100. kepunahan keaneka rgaman hayati. Kerusakan dan pencemaran lingkungan, menurut J. Barros dan J.M. Johnston erat kaitannya dengan aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain disebabkan, pertama, kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-lain. Kedua, Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan instlasi, kebocoran, pencemaran buangan penambangan, pencemaran udara dan rusaknya lahan bekas pertambangan. Ketiga, kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, naiknya suhu udara kota, kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian zat-zat kimia untuk memberantas serangga/tumbuhan pengganggu, seperti insektisida, pestisida, herbisida, fungisida dan juga pemakaian pupuk anorganik (Absori: 2010).
Indonesai sendiri akibat dari perubahan iklim membuat produktivitas pertanian menurun di sebabkan ketidak jelasan curah hujan, sehingga pendapatan petani semakin kecil. Padahal, dua pertiga warga miskin di Indonesia berada di pedesaan dan mengandalkan hidupnya dari pertanian, dan otomatis berimbas pada peningkatan kemiskinan. Diramalkan, pada 2050 terjadi defisit gabah kering sebesar 60 juta ton.
Dampak dari pencemaran dan perusakan lingkungan yang amat mencemaskan dan menakutkan akibat aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia secara lebih luas dapat berupa, pertama, pemanasan global, telah menjadi isu Internasional yang merupakan topik hangat di berbagai negara bahkan di berbagai negara seperti Australia misalnaya muncul “Partai Hijau”. Dampak dari pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim secara global dan kenaikan permukaan laut, dakibat pemanasan global, Dari 13.466 jumlah pulau Indonesia sebanyak 12 pulau terluas terancam tenggelam, setiap tahunnya laut indonesia naik 5-10 cm. (Kompas, 21/5).
 Kedua, hujan asam, disebabkan karena sektor industri dan transportasi dalam aktivitasnya menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara yang dapat menghasilkan gas buang ke udara. Gas buang tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar, terutama bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Asam tersebut dapat diendapkan oleh hutan, tanaman pertanian, danau dan gedung sehingga dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian organisme hidup Ketiga, lubang ozon, ditemukan sejak tahun 1985 di berbagai tempat di belahan bumi, seperti di Amerika Serikat dan Antartika. Penyebab terjadinya lubang ozon adalah zat kimia semacam kloraflurkarbon (CFC), yang merupakan zat buatan manusia yang sangat berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti untuk lemari es dan AC.
Sebagai reaksi dari akibat pembangunan dan industrialisasi yang telah menyebabkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan, di seluruh dunia sedang terjadi gerakan yang disebut gerakan ekologi dalam ((deep ecology) yang dikumandangkan dan dilakukan oleh banyak aktivis organisasi lingkungan yang berjuang berdasarkan visi untuk menyelematkan lingkungan agar dapat berkelanjutan. Gerakan ini merupakan antitesa dari gerakan lingkungan dangkal (shallow ecology) yang berperilaku eksplotatif terhadap lingkungan dan mengkambinghitamkan agama sebagai penyebab terjadinya kerusakan alam lingkungan. Gerakan ini beranggapan bahwa bumi dengan sumber daya alam adanya untuk kesejahteraan manusia. Karena itu, kalau manusia ingin sukses dalam membangun peradaban melalui industrialsiasi, bumi harus ditundukkan untuk diambil kekayaannya.
Upaya Dunia Internasional.
Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang terus terjadi, membuat kekahwatiran masyarakat dunia terhadapa kelangsungan bumi semakin meningkta, upaya-upaya itu di tunjukan pertama kali melaui Deklarasi Stockhom yang di prakarsai oleh PBB 1972, kemudian Deklarasi Rio Dejaneiro 1992, di ikuti KTT Bumi di Johannesburg-Afrika Selatan 2002, KTT Bumi 2002 yang dikenal dengan Wold Summit on Sustainable Development di Johanesburg, telah merumuskan deklarasi politik pembangunan berkelanjutan dengan agenda bahasan dokumen berisi program aksi (the programe of action) dan deklarasi politik (the political declaration) tentang pembangunan berkelanjutan yang merupakan pernyataan kelanjutan dukungan terhadap tujuan agenda 21. Agenda 21 berisi kesepakatan mengenai program pembangunan berkelanjutan, yang harus ditinjaklanjuti oleh negara-negara peserta konferensi Rio de Janeiro tahun 1992.
Kesepakatan agenda 21 melalui deklarasi pembangunan dan lingkungan hidup di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992 sebenarnya merupakan sebuah kemenangan dari misi menyelamatan bumi yang didorong oleh semangat gerakan ekologi dalam (deep ecology). Kesepakatan ini memuat pandangan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam kehidupan lain, yakni bagian alam bumi (biosfir), sehingga perilaku perusakan dan pencemaran pada sebagian bumi pada suatu negara dipandang sebagai perilaku yang tidak etis. Bumi dan sumber daya alam dipandang sebagai sesuatu yang memiliki hak hidup seperti manusia karena semuanya merupakan ciptaan Tuhan
Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi, pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang, berupa pemerataan distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang berkeseimbangan (adil), berupa kesejahteran semua lapisan masyarakat. Kedua, menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan mendorong perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
Deklarasi Je Deneiro telah di ratifiksi oleh Indonesia melalui UU No. 5 tahun 1994. yang merupakan komitmen untuk menurunkan emis gas rumah kaca, untuk merumuskan itu telah di tindak lanjuti dengan peragkat dan tata cara pelaksanaannya melalui Protokol Kyoto (1997) yang berisi komitmen negara-negara industri untuk mengurangi emisi paling sedikit 5 porse sampai tahun 2012, kyoto ini telah di ratifikasi oleh lebih dari 130 Negara namun sayang terkendala oleh ketidak siapan AS dan Australia yang tidak mau menandatanganinya, padahal emisi yang dihasilkan oleh AS sekitar 27 porsen dan Negara eropa lainnya 53 porsen, sementara negara berkembang lainnya hanya 30 porsen. Tahun 2002 di Bali telah dilaksanankan KTT Konsep pembanguan berkelanjutan oleh negara-negara berkembang pada, pada konverensi ke 13 Converence Of Paties juga dilaksankan pada tahun 2007 di Bali, kemudian dilanjutkan di Denmark tahun 2009 Converence Of Paties ke-15, dan dilanjutkan di “Thailan tahun 2010”, LAGI-LAGI negara maju seperti AS tidak menyepakatinya.
Untuk menurunkan emisi gas rumuh kaca Indonesia dan Norwegia mei 2010. telah menandatangani kerja sama melalui program REDD+ dengan cara deforestasi dan degradasi hutan serta konservasi keragamaan hayati. dengan janji norwegia merikan hibah 1 Milyar Dolar AS. Presiden SBY mengeluarkan Kepres 19 tahun 2010 mengenai pembentukan Satgas persipan pembentukan kelembagaan REDD+ yang di ketuai Kuntoro Mangkusubroto, target penurunan karbon 26 porsen yang sudah di tanda tangani melui letter of intent (Lol) (Kompas, 20/5), selain itu pemerintah juga sudah menandatangani kerjasama UN-REDD+ dengan Jerman, Jepang, Australia, Korea Selatan.
Isi LOI Indonesia Norwegia itu tidak sekedar moratorium, namun juga termasuk mengelola lahan terdegradasi, penegakan hukum kehutanan, dan antisipasi konflik masyarakat. tindak lanjut dari Kepres 19 tahun 2010 Presdiden SBY menandatangani instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang penundaan pemberian ijin baru dam penyempurnaan tata kelola hutan alam, primer dan lahan gambut. yang sudah tertunda 5 bulan, guna mendapatkan kucuran dana dari Pemerintah Norwegian sebesar 1 milyar dolar AS, dengan tahap pertama 30 juta dolar AS, tapi sayang ijin hutan sekunder masih tetap diberikan.
Di Brazil upaya mengurangi emisi karbon dilakukan dengan program yang di sebut dengan Juma yaitu memberikan uang sekitar 50 dolar AS  atau Rp. 430.000. kepada mayarakat agar tidak membabak hutan, program ini di sebut  pola bolfa floresta oleh perusahaan-perusahaan asing kelas Dunia, pertama kali bergulir 2008 di areal 589 hektar hutan lebat. proyek ini sampai tahun 2050 di yakin akan mencagah pembabatan hutan sampai 62 porsen dan menghemat pelepasan karbon sampai 210.000.
Indonesia adalah korban sekaligus pelaku dalam konteks perubahan iklim, karena perilaku eksploitatif, dalam pemanfaat sumber daya alam, pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam, secara masif tanpa memperhatikan standar REDD+, pembukaan lahan secara masif, industri perkebunan, pengusahaan hasil hutan, Pulp, dan pertambangan, pembukaan kebun kelapa sawit 300 sampai 400 hekatar pertahun, dari 7,9 lahan berijin kebun sawit 2,1 juta hektar di kuasai 10 perusahaan. (Kompas 20/5) dilemanya adalah satu sis negara mendapat penerimaan dari sektor industri nonmigas, tahun 2010 sektor batu bara nilainya 17,7 milyar dolar AS, atau 14 porsen total ekspor nonmigas di ikuti CP0 13,6 milyar dolar AS dan Pulp 5,5 milyar dolar AS.


Dilema Instrumen Hukum Lingkungan.
Indonesia dengan posisi sebagai salah satu negara yang memiliki hutan terbesar didunia, dan berada pada garis khatulistiwa, membuat dunia internasional menaruh perhatian yang cukup besar pada kelangsungan hutan yang dimiliki indonesia, dunia internasiona dalam rangka menjaga hutan itu, tidak sekedar mebantu kucuran dana namun juga pemantauan penindakan atas pencemaran lingkungan dan kerusakan hutan.
Bencana alam yang terus malanda baik gempa bumi, banjir, longsor setidaknya disebabkan oleh pembabakan liar dan perambakan hutan oleh masyarakat lokal, idustrialisasi, pertambangan adalah antek-antek kapitalisme yang paling besar konstribusinya dalam kerusakan lingkungan.
Untuk itu Indonesai telah mengeluarkan berbagai aturan hukum untuk melindungi, memelihara, memulihkan dan mencegah kerusakan lingkungan, bahkan sebelum kemedekaan telah ada hukum yang melarang kerusakan lingkungan, pasca kemerdekaan lahir UU 14 tahun 1982, kemudian UU No. 23 tahun 1997 yang digantikan oleh UU 32 tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, rangkaian undang-undang itu juga melahirkan berbagai praturan pelaksan dan turunannya, sperti uu tentang pertambangan, kehutanan, Penanaman Modal Asing, PP tentan perijinan, Amdal, dll.
Aturan Hukum Indonesai memperkenalkan dalam penyelesaian kasus lingkungan hidup mengenal dua model penyelesaian, pertama dengan cara penyelesaian jalur pengadilan yang terdiri dari tiga intrumen yakni admisntrasi (PTUN dan Legal Standing), pidana, dan perdata yang dibagi lagi atas pilIhan gugatan perata bisa dengan dasar pasal 1365 KUHP Perdata, Calass Action, dan Legal Standing. Kemudian melaui jalur informal adalah dengan cara mediasi, arbitrase dan negosiasi.
Masalahnya kemudian adalah ada fakta menunjukan bahwa sebagain besar masalah lingkungan yang diselesaikan lewat jalur formal atau pengadilan selalu mengalami kebuntun bagi rakya korban pencamaran dan kerusakan lingkungan, atau selalu di menangkan oleh pihak perusahaan.
Prof. Ansori yang melakukan penelitian pencemaran dan kerusakan lingkungan di Jawa Tengah menyimpulakan penyelesaian sengketa lingkungan melaui jalur formal tidak efektif, maka cara terbaik yang lebih efektif dan menguntungkan semua pihak lebih-lebih masyarakat lemah adalah melaui jalur non formal dengan pendekatan coperatif dan partisipatif,  dengan Alternativ Dispate Resolusion (ADR), ini di akibatkan oleh aparat penegak hukum belum berani keluar dari pemahaman hukum yang positif-formal, dalam berbagai kasus gugatan diajukan masyarakat melalui class action atau legal standing, majelis hakim lebih memilih pendekatan positifistik dengan mengunakan instrumen hukum berdasarkan pada apa yang di atur dalam KUH Perdata dan KUHAP dan menggunakan pendekatan penanganan kasus tersebut di anggap sebagai pesoalan atau guguatan perdata biasa (Absori: 2009)
Selama penerapan UU Nomor 23 Tahun 1997  yang diganti dengan UU No. 32 Tahun 2009 hingga saat ini, masih banyak pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang tidak tersentuh oleh hukum. Kalaupun berlanjut ke pengadilan, seringkali putusan pengadilan belum dapat memenuhi rasa keadilan bagi lingkungan. Berdasarkan data kasus tahun 2009 s/d 2010 yang sampai disidangkan di pengadilan,  hakim memutuskan 5 kasus vonis penjara, 14 kasus vonis bebas murni dan 1 kasus vonis percobaan. (SI Jakarta, 16/12/2010).
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kecenderungan mendorong penyelesaian perselisihan sengketa pertanahan secara formalistik dari pada membantu proses penyelesaian lewat mediasi. Komnas HAM menerima laporan pada tahun 2010 5.500 dari seluruh derah di indonesia, tahun 2009 laporan yang masuk sebanyak 5.400 sebanyak 40 porsen dari total kasus itu merupakan konflik pertanahan atau senhgketa di lahan sumber daya alam. Pemerintah selalu melakukan penyelesaian konflik itu dengan jalur formal hukum dan hasilnya 90 porsen di mengankah oleh pengusaha garafik itu tidak pernah turun, semakin lama semakin akan semakin membesar. (Kompas 14/ 4).
kegagalan penyelesaian masalah lingkungan hidup selama ini selain karean tidak adanya political will pemerintah, serta intev
nsi politik yang cukup kuat, juga dalam tubuh uu itu sendiri, dilema ini sangat terasa konyol ketika mencemati instrumen hukum yang digunakan, padahal secara normatif hukum lingkungan cukup konprehensif namun misalnya dengan kekhususannya menggunakan tiga intrumen hukum sekaloigus (administratif, perdata dan pidana), dalam gugtan perdata misalnya sangat sulit membuktikan kesalah, legal standing misalnya ada tidak meberikan runga untuk minta ganti rugi, , begitupun PTUN, pidana juga hanya sekedara mimpi dan pajangan, satu-satunya instrumen yang dapat memberikan peluang ganti rugi masyaratak adalah hukum perdata biasa Class Action itupun sangat sulit di menangkan oleh rakyat kecil.[]

Materi ini pernah Disampaikan pada diskusi rutin Forum Mahasiswa Pascasarjana (FMPS) NTB-Surakarta, pada hari sabtu malam 21 mei 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KORUPSI DAN KEKERASAN JEBAKAN YANG MENGUAT

Oleh: Ridwan HM Said MENDEKAT I akhir tahun 2011 lalu dan awal dari tahun 2012 ini Indonesia diwarnai oleh dua masalah besar yang ...