PEMUDA
(Warisan,
Peran, Dan Fosilmu)
Oleh: Ridwan M. Said
SEJARAH pemuda
boleh berlalu, dan terus membentuk sejarah baru, namun kenangannya tidak akan
pernah pudar dan luput oleh ruang dan waktu, entah sengaja dilupakan, atau karena
ekseleransi peradaban bangsa dalam berbagai konteks telah mengalami
transformasi, Tetapi terkadang tidak bisa dipungkiri pada sisi tertentu sejarah
itu sering dinafikkan, bahkan antara masa lalu dengan masa sekarang
bertentangan terutama semangat dan jiwa perjuangan, tetapi walaupun dilupakan,
direkayasa, bahkan ditinggalkan itu hanyalah prasyarat akan muncul kembalinya
sejarah lama dalam konteks kekinian, bila dianalogikan dalam konteks dunia ilmu
pengetahuan, Thomas Kuhn dalam “The Revolutions Paradigmatic”
menyatakan, akan selalu ada anomali pardigmatik, dari kebekuan paradigma lama, lalu
muncul paradigma baru dan akan kembali pada paradigma lama.
Hari ini telah kita saksikan sejarah
dipertontonkan dengan penuh rekayasa, dinafikkan dan dilupakan, dimana tatanan
kehidupan sosial, hukum, politik, ekonomi dan keagamaan sekalipun, terutama
oleh elit-elit bangsa dan pemuda. pemuda yang identik sebagai legiun, pelikan, dan pelopor, pada
banyak hal mengarah pada sikap degeneratif,
pada ranah politik, sekarang pemuda telah menjadi ikonnya politik transaksional, pragmatis, dan
menjadi mafioso, dalam konteks sosial
tawuran dan degradasi moral menjadi ancaman nyata di era digital, mereka telah
menjelma sebagai gerasi modemomaniak,
dalam konteks keagamaan pemuda identik dengan pengantin-pengantin baru yang
siap untuk menjadi algojo Bom bunuh diri.
Pada tanggal 28 Oktober 1928
berkumpul Pemuda-Pemudi diseluruh Nusantara, mereka bersatu padu, tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, faham, faksin politik, mendeklarasikan menyatunya
perbedaan dalam bingkai NKRI. Bersumpah serapah berbangsa satu bangsa Indonesia,
bertanah air satu tanah air Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia. Mereka berkumpul tidak lain yakni semangat dekolonialisasi,
keluar dari belenggu keterbelakangan, mempererat persaudaraan, menopang Indonesia
merdekan yang maju, adil dan makmur lahir dan batin.
Sumpah pemuda telah berlalu 83 tahun,
mewarisi aset berharga, modal persatuan dan kesatuan, ketahan dan pertahanan,
sekaligus sebagai modal pembangunan dan daya saing.
Momentum sumpah pemuda menjadi biasa
saja, bila tidak disertai
renungan mendalam betapa pentingnya makna persatuan dan kesatuan, persamaan dan
kesamaan. Momentum itu akan membawa kita pada alam sadar bila kita renungi
betapa hancurnya bangsa-bangsa lain karena disebabkan oleh tidak adanya persatuan
dan rasa persaudaraan
diantara mereka, Hitler seorang penguasa Nazi-Jerman melakukan pembantaian terhadap
kaum Yahudi (Holocaus) kerena dianggap
bukan ras unggul seperti ras Aria, atau
bangsa Serbia yang melakukan genosida terhadap umat Islam Bosnia karena keyakinan
yang berbeda.
Salah satu warisan berharga sumpah
pemuda adalah kekayaan besar yang jarang dimiliki oleh bangsa lain, dimana pada
momen ini dideklarasikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, padahal bahasa
Indonesia yang digunakan sekarang ini berasal dari bahasa Melayu, kenapa tidak
menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa mayoritas pendudukan terbesar warga
nusantara, dan sampai saat ini tidak di persoalkan. Mustafa Kemal Atathuk pada saat melakukan
Sekulerisasi Turki Utsmaniah melarang penggunaan Bahasa Arab. Warisan dibidang
hukum yakni memperkenalkan istilah hukum adat oleh Moh. Kosnoe sebagai
pemersatu bangsa Indonesia dan mengikrarkan hukum adat sebagai asas-asas hukum Indonesia
dimasa mendatang.
Pasca kemerdekaan gerakan pemuda
(generasi 1966 dan 1998)
berhasil menumbangkan dua rezim otoriter (Orla dan Orba), Namun bila kita cermati,
malah mereka larut dalam pragmatisme dan cenderung anti perubahan. sangat
kontras dengan sejarah masa lalu, terutama semangat sumpah pemuda, yang telah
berlalu. rasa persatuan dan persaudaraan
kian menipis (separatisme), egoisme sektoral atas dasar teritorial semakin
menguat karena dilegitimasi oleh sistim (Otonomi Daerah), konflik ras, agama,
dan suku karena frustasi sosial dan ketidak adilan menganga (Sara), dendam
semakin membara karena menganggap umat lain melakukan penyerangan beringas pada
komunitas-komunitasnya, terutama kaum muslim, serta ketidakpuasan pada diplomasi
luar negeri pemerintah yang juga menghamba pada kepentingan asing (Terorisme/Neoklonialisme).
Apologi kemunafikan semakin dipertotonkan di pentas publik, tidak tangung-tanggung
presiden SBY sebagai kepala negara mengajak seluruh rakyat menggelorakan jihad
melawan perampok uang negara, padahal perampok itu sebenarnya berada
disekelilingnya (korupsi).
Mempertanyakan
peran pemuda
Kalimat di atas sangat pantas dilontarkan ditengah carut-marutnya
negeri ini, ada bayak nyanyian riuh pemuda diberbagai pentas yang bersifat
degeneratif, destrukti. Ada skandal Guyus T, pelaku penggelapan pajak, Najaruddin
sebagai vokalis menghibur para fans-nya yang ada di Indonesia dari jarak jauh,
lalu setelah dibawa pulang ke Indonesia bungkam seribu bahasa, nyanyiannya tidak
sekedar menghibur pihak-pihak yang suka musik dan seni, tetapi juga membongkar borok
Partai Demokrat, sehingga menyasar ke sejumlah rekan-rekannya, tidak
tanggung-tanggu ketua umunya Anas Urbaningrum (Mantan Ketua Umum HMI) di
sinyalir mendapatkan konsesi dana lebih dari Rp. 100 M dari berbagai proyek pembangunan
yang bersumber dari APBN, Andi Alfin Malarangen, Menteri Pemuda dan Olah Raga
diduga menerima dana pembangunan Wisma Atlet Sea Games.
Kemudian skandal pemuda berlanjut
pada surat palsu MK yang diduga melibatkan seorang mantan komisioner KPU Andi
Nurpati (mantan pengurus IMM), berlanjut pada kasus penyuapan Kemenakertrans, uang
dalam kardus durian Rp. 1,5 M itu untuk THR seorang menteri Muhaimin Iskandar
(Mantan Ketua Umum PMII), dan terakhir adalah Fahri Hamzah (Mantan Ketua Umum KAMMI)
ingin membubarkan KPK.
Gayus T, Najarudin, Anas
Urbaningrum, Andi Nurpati, Andi Malarangen, Muhaimin Iskandar, Fahri Hamzah, adalah
pemuda atau setidaknya sebagian dari mereka pernah menjadi pimpinan tertinggi
organisasi pemuda, meraka adalah representasi pemuda Indonesia 134 juta orang
atau 56 porsen dari jumlah penduduk Indonesia 240 juta jiwa.
Bila ditelusuri lebih dalam lagi,
ada banyak pemuda yang duduk pada posisi-posis strategis terutama di lembaga legsilatif
dan eksekutif. Dari Jumlah Anggota DPR 2009-2014, yang totalnya 560 orang, berumur
kurang dari 25 tahun sebanyak 0.7 %, yang berumur diantara 25-50 Tahun ada 63,2
%, lebih dari 50 tahun 36,1 %. kemudian
di lembaga DPD yang berjumlah secara keseluruhan 132 orang, dengan komposisi
umur kurang dari 25 tahun 0.8 %, umur 25-50 tahun 51,5 %, dan yang berumur
lebih dari 50 tahun 47,7 %, Di lembaga eksekutif, sebagai menteri, yang duduk
di kabinet Indonesia bersatu (KIB) jilid dua, dari jumlah keseluruhan menteri
dan pejabat setingkat sebanyak 34 orang, yang berumur 25-50 tahun ada sebanyak
17,6, %, dan selebihnya 82,4 % adalah yang berumur diatas 50 tahun. Sementara
komposisi pemuda menjadi Gubernur adalah yang berumur 25-50 tahun ada 18,2 %,
sedangkan yang berumur di atas 50 sebanyak 81,8 % (kompas: 21/05/11), itu artinya pemuda telah mengisi banyak
pos-pos kekuasaan, namun kenyataannya mereka justru menjadi pengkhinat,
perampok uang rakyat, dan pemberi contoh-contoh yang tidak konstruktif,
mengotori dan melupakan sejarah semagat perjuangan pemuda.
Bukan Jamanya
Pemuda Lagi.
Sumpah pemuda kali ini menemukan
momenya yang tetap, ia diperingati ditengah-tengah melemahnya persaudaraaan, kesatuan
dan persatuan, ia juga di peringati pada saat elektabilitas Presiden sangat
rendah. Pada saat yang sama beberapa ikon pemuda di eksekutif dan dan
legislatif terjabak pada skandal perampokan uang rakyat, dilain pihak semakin hangatnya
bakal calon Presiden 2014 melalui survei yang tentu saja meramalkan apakah
faksin tua atau faksin muda yang memimpin negara kedepan, pada saat yang sama umur
bukan lagi menjadi faktor dominan mengukur tingkat produktifitas seseorang
karena disebabkan oleh semakin tingginya harapan hidup manusia.
Dengan realitas seperti yang
dipaparkan diatas, masih layakkah Soekarno dulu yang meminta pemuda untuk memindahkan
gulung Himayala, karena faktor konsistensinya, semangatnya dan ketangguhannya dalam memperjuangkan
kebaikan kebenaran.
Kemudian masih relefankah pemuda menjadi, solusi
kemelut bangsa dan stok pemimpin masa depan, masalah itu hanya bisa dijawab oleh
goresan apa yang diukur pemuda kini, dan akan datang, kalau keadaannya masih
seperti sekarang maka semangat sumpah pemuda hanya akan menjadi fosil-fosil sejarah
tanpa makna, atau akan menjadi prasyarat lahirnya generasi baru ditengah
anomali pemuda masa kini.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar